JAKARTA – Musim haji 2025 berlangsung lancar tanpa insiden besar, namun mencatat rekor tersendiri: jumlah jemaah tercatat hanya 1.673.230 orang, menjadi yang terendah dalam lebih dari 30 tahun terakhir—di luar periode pandemi COVID-19.
Data resmi dari pemerintah Arab Saudi menunjukkan bahwa angka tersebut turun signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, pada 2023 dan 2024 masing-masing tercatat 1,84 juta dan 1,83 juta jemaah.
Penurunan ini terjadi di tengah upaya ketat otoritas Saudi dalam menertibkan praktik haji ilegal, termasuk dengan tidak menerbitkan visa furoda (nonkuota) dan memperkuat sistem izin haji resmi (tasreh). Imbasnya, banyak yang sebelumnya memfasilitasi jemaah nonresmi tak lagi berkutik pada tahun ini.
Tindakan tegas ini dilakukan sebagai respons atas tragedi haji 2024, di mana banyak jemaah nonresmi dilaporkan meninggal dunia saat puncak ibadah di Armuzna.
Tren historis menunjukkan bahwa angka jemaah haji terus meningkat sejak dekade 1970-an, mencapai lebih dari 2 juta pada awal 1980-an. Rekor tertinggi tercapai pada 2012 dengan 3,16 juta jemaah. Sejak itu, fluktuasi terjadi hingga akhirnya anjlok drastis saat pandemi 2020–2022.
Meski jumlah peserta turun, kualitas pelayanan dinilai meningkat. Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, menyampaikan apresiasi atas perbaikan fasilitas dan pengelolaan jemaah.
“Alhamdulillah, secara umum pelaksanaan haji tahun ini lebih baik dibanding tahun lalu dilihat dari fasilitas yang disediakan, kemah dan juga air. Lalu jumlah kematian berkurang karena bertambah rumah sakit dan klinik-klinik di beberapa tempat,” kata Nasaruddin dalam konferensi pers di Kantor Daker Makkah, Selasa (10/6/2025).
Namun, tidak semua berjalan sempurna. Masih ditemukan sejumlah insiden, seperti keterlambatan transportasi, jemaah yang terpisah dari rombongan, hingga keharusan berjalan kaki jauh dari Muzdalifah ke Mina.
“Dari lubuk hati kami yang sangat dalam, kami menyampaikan permintaan maaf atas ketidaknyamanan beberapa kloter, beberapa orang, mengalami keterlambatan, terpisah di Makkah, masalah penempatan tenda di Arafah, serta terjadinya keterlambatan di Muzdalifah dan kemacetan,” ujar Nasaruddin.
Pemerintah Saudi juga terus berupaya menambah fasilitas fisik dan infrastruktur untuk mengantisipasi kepadatan di titik-titik kritis, termasuk pengelolaan massa di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
Dengan keberhasilan penyelenggaraan tahun ini, harapan kini tertuju pada perbaikan lebih lanjut dan peningkatan kuota pada musim haji berikutnya.