Aduan via medsos ibarat pedang bermata dua. Bagi konsumen sangat efektif, cepat, dan sering menguntungkan. Bagi perusahaan memaksa mereka lebih responsif, tapi juga rentan disalahgunakan dan bisa merusak reputasi dalam hitungan menit.
Di Indonesia, tren ini akan terus meningkat karena 2024–2025 data menunjukkan 83% generasi Z dan milenial lebih memilih komplain lewat Instagram/Twitter/X ketimbang telepon atau email (sumber: Jakpat & Katadata 2024).
Berikut adalah dampak positif dan negatif dari kebiasaan mengajukan komplain/aduan melalui media sosial (berdasarkan riset, data, dan kasus nyata di Indonesia):
Dampak Positif
1. Resolusi super cepat
Banyak perusahaan menetapkan SLA (Service Level Agreement) khusus medsos: harus dijawab <15–60 menit. Contoh: Gojek, Tokopedia, Shopee, PLN, Telkomsel → sering selesai dalam <1 jam, padahal lewat call center bisa 1–3 hari.
2. Tekanan publik memaksa perusahaan bertindak lebih serius
Kasus klasik: penumpang kereta yang ketinggalan karena antre tiket → twit viral → KAI langsung kasih tiket pengganti + permintaan maaf resmi.
3. Transparansi tinggi
Seluruh proses keluhan & penyelesaian bisa dilihat publik → perusahaan jadi lebih hati-hati dan akuntabel.
4. Mendorong perbaikan sistem secara permanen
Banyak fitur baru lahir karena komplain viral. Misalnya PLN buat aplikasi PLN Mobile yang lebih baik setelah banjir komplain di Instagram.
5. Memberi efek jera ke perusahaan nakal
UMKM atau toko online yang awalnya cuek sering langsung minta maaf + kasih kompensasi kalau sudah diviralkan.
6. Membantu orang lain
Satu komplain yang viral sering menyelamatkan ratusan/ribuan konsumen lain yang mengalami hal serupa.
Dampak Negatif
1. Cancel culture & bullying massal
Banyak kasus orang/seller kecil salah sedikit langsung dihujat ribuan orang, bahkan sampai ancaman fisik atau doxing.
2. Informasi tidak lengkap & salah paham
Karena keterbatasan 280 karakter atau caption IG, sering fakta tidak utuh → publik langsung menghakimi sebelum perusahaan sempat menjelaskan.
3. Penyalahgunaan (opportunist complaint)
Ada orang yang sengaja bikin drama kecil supaya dapat kompensasi besar (voucher, refund full, bahkan uang tunai).
Contoh: pesan GoFood salah → rekam video nangis → viral → dapat ratusan ribu voucher.
4. Beban mental tim social media
Tim medsos perusahaan sering jadi sasaran bullying, ancaman, dan kata-kata kasar 24/7.
Riset 2023: 78% social media officer di Indonesia pernah mengalami burnout berat karena komplain kasar.
5. Reputasi perusahaan hancur permanen karena satu kasus
Meskipun sudah diselesaikan, screenshot keluhan tetap beredar bertahun-tahun (contoh: kasus IndiHome “tagihan 300 juta” masih muncul di Google sampai sekarang).
6. Mengurangi penggunaan saluran resmi
Akibatnya, call center/email/form resmi jadi sepi → perusahaan akhirnya mengurangi investasi di kanal tersebut → ketika medsos down atau akun diblok, konsumen jadi tidak punya alternatif.