JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) melakukan gebrakan besar dengan merombak susunan hakim dan ketua pengadilan negeri di berbagai wilayah Indonesia. Perombakan ini diumumkan secara resmi melalui Keputusan Ketua MA Nomor 71/KMA/SK/IV/2025 pada 22 April 2025.
Langkah ini mencakup mutasi, promosi, dan pengangkatan baru yang bertujuan untuk memperkuat integritas serta kinerja peradilan di tingkat pertama.
Tujuan Perombakan: Efisiensi dan Integritas Peradilan
Perombakan dilakukan untuk menyegarkan struktur organisasi pengadilan negeri agar lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. MA menargetkan peningkatan efisiensi dalam penanganan perkara, khususnya mengingat tingginya beban kerja para hakim.
Berdasarkan data MA, sepanjang 2024 pengadilan tingkat pertama menangani 2.856.821 perkara dengan rasio produktivitas putusan mencapai 97,56%. Namun, dengan hanya 5.804 hakim, setiap hakim rata-rata menangani 1.547 perkara per tahun* — sebuah angka yang menunjukkan tekanan besar dalam sistem peradilan.
“Perubahan ini untuk memastikan keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu. Kami ingin hakim-hakim kami bekerja dengan integritas dan profesionalisme,” ujar Ketua MA Sunarto dalam pidato laporan tahunan 2024.
Tokoh Kunci dalam Perombakan
Salah satu sorotan utama dalam mutasi ini adalah pengangkatan Hengki, S.H., M.H. sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia menggantikan Muhammad Arif Nuryanta yang tersandung kasus suap Rp 60 miliar terkait vonis lepas korupsi ekspor minyak goreng. Hengki sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua PN Bandung dan diharapkan membawa angin segar dengan pengalamannya.
Beberapa nama penting lainnya yang turut dimutasi atau dipromosikan:
- Dr. (H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta, S.H., M.H. – Ketua PN Surabaya
- Dr. Toni Irfan, S.H., M.H. – Ketua PN Bandung
- Heru Hanindyo, S.H., M.H. – Ketua PN Makassar
- Erintuah Damanik, S.H., M.H. – Ketua PN Medan
Nama-nama tersebut dipilih berdasarkan rekam jejak dan kompetensi dalam memimpin pengadilan di wilayah-wilayah strategis.
Latar Belakang: Respons terhadap Skandal Korupsi
Langkah ini juga merupakan respons terhadap sorotan publik atas skandal korupsi di tubuh peradilan. Kasus suap yang menjerat Muhammad Arif Nuryanta dan sejumlah hakim lainnya seperti Djuyamto, menjadi tamparan keras bagi institusi peradilan.
Kejaksaan Agung mengungkap adanya aliran dana sebesar Rp 60 miliar untuk memuluskan vonis lepas dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO).
“Kami tidak akan mentolerir perilaku yang mencoreng marwah peradilan,” tegas Yanto, Juru Bicara MA.
Presiden Prabowo Subianto juga turut mengkritik vonis ringan terhadap pelaku korupsi pada Desember 2024. Ia menyerukan pentingnya peran hakim yang tegas dalam menegakkan keadilan demi kepentingan negara.
Dampak Perombakan bagi Masyarakat
Mutasi besar-besaran ini diharapkan mampu:
- Mempercepat penyelesaian perkara
- Meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan
- Memastikan putusan yang adil dan tidak memihak
Kebijakan dispensasi hakim tunggal yang diberlakukan sejak Februari 2025 juga menjadi bagian dari strategi untuk mengatasi tumpukan perkara di pengadilan dengan keterbatasan sumber daya.
Namun, tantangan tetap ada. Masyarakat masih menanti apakah langkah ini cukup untuk menyingkirkan praktik mafia peradilan yang selama ini menjadi momok. Kasus-kasus seperti suap di PN Jakarta Selatan dan Surabaya menunjukkan betapa sulitnya membersihkan institusi hukum dari korupsi.
Harapan ke Depan
Perombakan ini menjadi langkah strategis Mahkamah Agung dalam memperbaiki citra serta meningkatkan performa peradilan. Dengan kehadiran figur-figur baru, publik berharap pengadilan negeri bisa benar-benar menjadi benteng keadilan.
“Kami ingin hakim yang tidak hanya cerdas, tapi juga jujur dan berani menegakkan hukum,” ujar seorang pengamat hukum, mencerminkan harapan masyarakat.