JAKARTA – Menteri Pertahanan, Infrastruktur, dan Transportasi Korea Selatan (Korsel), Park Sang-woo, mengumumkan rencananya untuk mengundurkan diri pada Selasa (7/1). Langkah ini diambil sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kecelakaan pesawat Jeju Air 7C226 yang merenggut 179 nyawa pada 20 Desember lalu.
“Saya berniat mengambil tindakan yang tepat sebagai pejabat yang bertanggung jawab,” kata Park dalam sebuah konferensi pers di Kompleks Pemerintahan Sejong, seperti yang dikutip oleh The Korea Herald.
Park juga menyampaikan bahwa ia sedang mempertimbangkan waktu yang tepat untuk mundur, dengan kemungkinan melakukannya setelah penyelidikan selesai. “Saya bermaksud mengajukan pengunduran diri saya setelah menangani krisis saat ini dan ketika situasi politik yang sedang berlangsung (stabil),” jelasnya.
Protes Publik Terkait Tembok Beton
Keputusan mundurnya Park juga dipengaruhi oleh reaksi keras masyarakat terkait tembok beton yang terletak di ujung landasan pacu Bandara Internasional Muan. Tembok tersebut diduga memperburuk dampak kecelakaan pesawat Jeju Air. Tembok beton itu sebenarnya dibangun untuk menopang antena localizer, yang berfungsi memandu pesawat saat mendarat.
Wakil Menteri Transportasi Bidang Penerbangan Sipil Korea Selatan, Joo Jong-wan, mengakui bahwa pembangunan tembok tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan langkah-langkah keselamatan yang optimal. Meski demikian, pembangunan tersebut sudah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku di Korsel dan standar dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). Menyadari kompleksitas peraturan yang ada, Kementerian Transportasi berjanji akan melakukan evaluasi lebih lanjut mengenai penerapan undang-undang terkait.
Pihak berwenang juga tengah menyelidiki bagaimana tembok beton tersebut dibangun.
Penyelidikan Lanjut
Pada minggu lalu, polisi melakukan penggrebekan terhadap kantor Jeju Air dan operator Bandara Internasional Muan sebagai bagian dari penyelidikan kecelakaan. Kepala tim penyidik, Lee Seung-yeol, mengungkapkan bahwa mereka menemukan beberapa helai bulu pada salah satu mesin pesawat, disertai bukti rekaman video yang mendukung temuan tersebut.
Investigasi tidak hanya berlangsung di Korsel, tetapi juga melibatkan pihak luar negeri. Dua anggota tim penyidik dikirim ke Amerika Serikat pada Senin (6/1) untuk memulihkan dan menganalisis data dari perekam data penerbangan yang rusak. Proses ekstraksi diperkirakan akan memakan waktu sekitar tiga hari, sementara analisis awal terhadap mesin pesawat diperkirakan memerlukan dua hari.
Pada Sabtu (4/1), penyidik juga telah menyusun transkrip lengkap dari perekam suara kokpit yang ditemukan di lokasi kecelakaan. Namun, keputusan apakah transkrip tersebut akan dipublikasikan masih sedang didiskusikan.
Perekam data penerbangan dan perekam suara kokpit, yang dikenal sebagai “black box,” berisi informasi krusial mengenai penyebab kecelakaan. Lee menambahkan bahwa tim penyidik belum mengetahui dengan pasti alasan mengapa pesawat tidak menggunakan roda pendaratan serta faktor yang menyebabkan pilot tampak terburu-buru untuk mendarat setelah pesawat mengalami tabrakan dengan burung. Para ahli menyebutkan bahwa sambaran burung biasanya tidak menyebabkan gangguan pada roda pendaratan hingga membuatnya tidak berfungsi.