TEL AVIV, ISRAEL – Rencana ambisius Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menguasai seluruh wilayah Gaza memicu konflik internal di tubuh kepemimpinan Israel.
Panglima militer Israel, Letnan Jenderal Eyal Zamir, dengan tegas menolak usulan tersebut, memperingatkan bahwa langkah ini berisiko tinggi dan dapat memperburuk situasi keamanan.
Ketegangan ini mencuat dalam pertemuan panas selama tiga jam pada Selasa, 5 Agustus 2025, di tengah tekanan domestik dan internasional terhadap kebijakan Netanyahu.
Menurut tiga pejabat Israel yang dikutip media lokal, Zamir menegaskan bahwa invasi penuh ke Gaza dapat “menjebak militer Israel dalam konflik berkepanjangan” dan “membahayakan para sandera yang masih ditahan Hamas.” Ia memaparkan bahwa operasi tersebut tidak hanya membebani militer, tetapi juga berpotensi memperparah krisis kemanusiaan di wilayah tersebut. Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran mendalam di kalangan militer terhadap strategi agresif yang diusung Netanyahu.
Netanyahu, yang menghadapi sorotan tajam baik dari dalam negeri maupun dunia internasional, bersikukuh untuk melanjutkan rencana penguasaan Gaza. Namun, penolakan dari Zamir menunjukkan adanya perpecahan signifikan di dalam pemerintahan dan militer Israel.
Media lokal melaporkan bahwa diskusi dalam pertemuan tersebut berlangsung tegang, dengan Zamir menekankan pentingnya strategi yang lebih terukur untuk menghindari eskalasi konflik yang tidak terkendali.
Sementara itu, komunitas internasional terus menyuarakan kecaman terhadap rencana Israel.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut langkah ini sebagai pelanggaran hukum internasional yang dapat memicu “konsekuensi bencana” bagi warga sipil dan sandera di Gaza. Situasi ini semakin memperumit posisi Israel di panggung global, terutama dengan meningkatnya tekanan untuk mencapai gencatan senjata.
Rencana Netanyahu ini juga menuai kritik dari keluarga sandera yang masih ditahan di Gaza. Mereka menuntut pemerintah fokus pada negosiasi pembebasan ketimbang operasi militer yang berisiko tinggi. Dengan Gaza yang kini berada di ambang kelaparan dan krisis kemanusiaan, dunia menantikan langkah Israel selanjutnya di tengah perpecahan internal yang kian memanas.