JAKARTA — Dunia musik dangdut tengah diwarnai perseteruan hukum antara penyanyi Lesti Kejora dan pencipta lagu Yoni Dores terkait dugaan pelanggaran hak cipta. Lesti dilaporkan telah membawakan lagu ciptaan Yoni tanpa izin sejak tahun 2018.
Laporan resmi atas dugaan pelanggaran itu telah diajukan ke Polda Metro Jaya oleh kuasa hukum Yoni, Ilham Suwardi, pada (18/5/2025). Dalam konferensi pers di Tangerang Selatan, Ilham menegaskan bahwa dugaan ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.
“Ini sudah berlangsung lama, dan kalau tidak ditindak, akan terus berulang di masa depan,” ujar Ilham.
Kasus ini turut menarik perhatian tokoh besar musik dangdut, Rhoma Irama. Sang Raja Dangdut mengimbau agar persoalan ini diselesaikan secara kekeluargaan melalui jalur musyawarah.
“Saya dapat pesan dari Pak Haji, sebaiknya duduk bersama dan mencari solusi. Hukum pun memberikan ruang untuk penyelesaian melalui restorative justice,” kata Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Orat, saat ditemui di Jakarta Pusat.
Sebagai lembaga yang menaungi hak cipta musik, LMKN menyatakan siap menjadi mediator netral dalam konflik ini. Dharma menekankan pentingnya pemahaman hukum oleh para pelaku industri musik, terutama soal perizinan.
“Intinya, menggunakan karya orang lain harus dengan izin pemilik hak ciptanya atau ahli waris. Ini sudah jelas diatur dalam Undang-Undang,” tegasnya.
Ia menambahkan, kewajiban pembayaran royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) adalah amanat hukum yang tidak bisa diabaikan.
“Kalau ada yang ingin sistem berbeda, maka Undang-Undangnya harus diubah terlebih dahulu,” tambah Dharma.
Perselisihan ini kembali menyoroti minimnya kesadaran hukum di kalangan musisi tanah air. Meski regulasi telah tersedia, praktik pelanggaran masih sering terjadi akibat ketidaktahuan atau kelalaian.
Kini publik menantikan arah penyelesaian kasus ini—apakah akan melalui proses hukum berkepanjangan, atau lewat mediasi yang bisa menjadi preseden penyelesaian damai serta edukatif bagi industri musik nasional.




