JAKARTA – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menggelar perkara terkait kasus tragis kematian Affan Kurniawan, seorang driver ojek online (ojol) yang tewas akibat diduga terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob Polda Metro Jaya saat kerusuhan demonstrasi di Jakarta Pusat, Selasa (2/9/2025). Gelar perkara ini dilakukan untuk mengusut dugaan tindak pidana yang melibatkan tujuh personel Brimob.
Kepala Biro Pengawasan Profesi (Karo Wabprof) Propam Polri, Brigjen Agus Wijayanto, menegaskan bahwa gelar perkara ini digelar setelah ditemukan indikasi pelanggaran berat yang mengandung unsur pidana.
“Gelar (perkara) ini dikarenakan dari hasil pemeriksaan pada wujud perbuatan pelanggaran kategori berat ditemukan adanya unsur pidana,” ujar Agus.
Proses gelar perkara ini turut melibatkan pengawas eksternal, seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Sementara dari internal Polri, hadir jajaran Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), Sumber Daya Manusia (SDM), Divisi Hukum (Divkum), serta Propam Brimob dan Mabes Polri.
“Sehingga kita laksanakan gelar perkara. Semua nanti keputusannya ada di gelar hari Selasa,” tambah Agus.
Tujuh Personel Ditahan, Dua Kategori Pelanggaran
Mabes Polri bergerak cepat dengan menahan tujuh personel Brimob Polda Metro Jaya terkait insiden ini. Divisi Propam Polri membagi pelanggaran ke dalam dua kategori: pelanggaran berat dan pelanggaran sedang. Dua personel yang masuk kategori pelanggaran berat adalah:
- Kompol Cosmas Kaju Gae, Danyon Resimen 4 Korbrimob Polri, yang duduk di depan sebelah kiri pengemudi.
- Bripka Rohmat, anggota Brimob Polda Metro Jaya, selaku pengemudi rantis.
Sementara itu, lima personel lainnya :
- Aipda M. Rohyani, anggota Satbrimob Polda Metro Jaya.
- Briptu Danang, anggota Satbrimob Polda Metro Jaya.
- Bripda Mardin, anggota Satbrimob Polda Metro Jaya.
- Bharaka Jana Edi, anggota Satbrimob Polda Metro Jaya.
- Bharaka Yohanes David, anggota Satbrimob Polda Metro Jaya.
Sanksi Berat hingga PTDH Mengintai
Propam Polri menegaskan bahwa pelanggaran berat dapat berujung pada sanksi tegas, termasuk Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) hingga proses pidana. Adapun untuk pelanggaran sedang, sanksi akan ditentukan oleh Komisi Kode Etik Profesi Polri, yang dapat berupa penempatan khusus, mutasi, demosi, penundaan kenaikan pangkat, atau penundaan pendidikan.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut nyawa seorang warga sipil dalam kerusuhan demonstrasi. Polri berjanji menangani kasus ini secara transparan dan tegas untuk memastikan keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat.




