JAKARTA – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menilai pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait presiden boleh kampanye dinilai tidak ada yang keliru. Yusril menuturkan pernyataan Jokowi sesuai dengan aturan hukum di Indonesia.
“Kita harus melihat kepada hukum positif yang berlaku sekarang terkait dengan pemilu yaitu UU Nomor 7 Tahun 2017 yang memang memberikan kesempatan kampanye baik pilpres maupun pileg jadi sesuatu yang didasarkan pada UUD 1945,” katanya di Kantor DPP PBB, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Senin (29/1/2024).
Yusril yang juga rofesor hukum tata negara menegaskan memperbolehkannya seorang presiden berkampanye sudah diatur dalam Undang-undang Dasar 1945.
“Karena UUD ’45, presiden itu boleh dua periode. Kalau periode pertama dia maju periode kedua kan mau tidak mau dia harus kampanye. Kalau dilarang kampanye gimana caranya? Sementara calon-calon lain boleh kampanye sementara presiden incumbent nggak boleh kampanye,” ucapnya.
Ditambahkan Yusril. Presiden yang melakukan kampanye tidak diperkenankan menggunakan fasilitas negara dan harus cuti. Kemudian, Yusril membeberkana mekanisme presiden cuti jika kampanye.
Saat presiden kampanye maka harus ada Keputusan Presiden (Keprres) yang dikeluarkan. Lewat Keprres itu presiden akan memberikan tugas kepada wakil presiden dalam menjalankan tugas presiden sehari-hari selama presiden melakukan kampanye.
“Cuti ini gimana caranya? Berarti nanti Pak Jokowi minta izin kepada dirinya sendiri? Itu nggak perlu karena praktik yang dilakukan di Setneg saat ini adalah kalau presiden bertugas ke luar negeri dia akan mengeluarkan keppres, memberikan tugas kepada wakil presiden untuk melaksanakan tugas presiden sehari-hari karena presiden sedang pergi ke luar negeri,” jelas Yusril.
“Begitu juga mengeluarkan keppres menugaskan wakil presiden melaksanakan tugas-tugas presiden sehari-hari karena presiden melakukan kampanye dari ‘tanggal sekian’ sampai ‘tanggal sekian’. Jadi persoalannya selesai, tidak ada ketentuannya seberapa lama dia mau cuti aja tergantung dari maunya presiden seperti halnya para menteri yang melaksanakan kampanye. Boleh aja. Nggak ada batasan,” terangnya.
“Kalau itu nggak adil, itu nggak boleh, itu nggak etis, ya silakan saja diubah UU pemilunya, kalau perlu amandemen UUD ’45-nya. Sekarang sudah ada yang mengajukan uji materiIl terhadap pasal yang membolehkan presiden kampanye ke MK. Kita tunggu saja seperti apa hasil dari putusan MK nantinya,” tutupnya