ST. PETERSBURG – Presiden Prabowo Subianto, menegaskan bahwa ketidakhadirannya dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 bukanlah bentuk pengabaian terhadap forum negara-negara maju tersebut.
Ia menyatakan bahwa komitmen kehadirannya di Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg (SPIEF) 2025 telah ditetapkan lebih dahulu sebagai bagian dari agenda diplomasi ekonomi Indonesia yang inklusif.
Dalam pidato perdananya di forum ekonomi global sejak dilantik pada Oktober 2024, Prabowo menjelaskan secara gamblang bahwa keputusannya bukan berarti Indonesia memihak kekuatan tertentu, melainkan murni mengikuti prinsip non-blok yang telah lama dipegang Indonesia.
“Saya tidak menghadiri forum G7 karena sudah berkomitmen hadir di forum ini—bukannya karena kurang menghormati G7,” ujar Presiden Prabowo dalam pidatonya, Jumat (20/6).
Presiden Prabowo juga memanfaatkan panggung SPIEF untuk memaparkan visi ekonomi Indonesia ke hadapan dunia, dengan menyampaikan bahwa Indonesia ingin menjadi mitra yang adil bagi semua negara tanpa memandang blok kekuasaan.
“Indonesia memilih jalur non-blok dan ingin menjadi teman bagi semua negara: ‘Seribu teman, masih kurang. Satu musuh sudah terlalu banyak’,” katanya, menegaskan filosofi persahabatan yang melekat dalam politik luar negeri Indonesia.
Dalam forum yang dihadiri tokoh-tokoh penting seperti Wakil PM Tiongkok Ding Zhuoxiang, Wakil Presiden Afrika Selatan Paul Mashatile, dan Pangeran Nasir bin Hamad Al Khalifa dari Bahrain, Presiden Prabowo menyuarakan pentingnya kerja sama lintas kawasan dalam menghadapi dinamika tatanan dunia yang kini menuju era multipolar.
“Saya percaya dunia sedang bergerak menuju multipolar—era unipolar sudah berlalu,” tegasnya, menyiratkan bahwa peran aktif Indonesia akan semakin dibutuhkan dalam menciptakan keseimbangan geopolitik dan ekonomi internasional yang lebih adil.
Tak hanya itu, Presiden Prabowo menyampaikan penghargaan atas dukungan dari Rusia, Tiongkok, dan Afrika Selatan terhadap keanggotaan Indonesia di BRICS serta partisipasi di New Development Bank.
Ia menilai dukungan tersebut sebagai bukti penerimaan hangat dari negara-negara berkembang yang mendambakan tatanan ekonomi global yang lebih seimbang.
Menutup pernyataannya, Presiden Prabowo menegaskan bahwa kehadiran Indonesia di SPIEF bukan untuk meminta bantuan, melainkan memperkuat posisi sebagai mitra sejajar dalam kolaborasi jangka panjang.
“Kami tidak mencari bantuan atau sumbangan, melainkan ingin berkolaborasi sejati untuk kemakmuran bersama,” pungkasnya.***