JAKARTA – Rencana revisi kedua Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) sedang disiapkan DPR RI untuk menciptakan sistem kepegawaian negara yang lebih adil dan inklusif.
Salah satu isu krusial yang akan diakomodasi dalam perubahan ini adalah pemberian hak pensiun bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), sebuah kebijakan yang sebelumnya hanya dinikmati oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menyampaikan bahwa revisi tersebut masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025 dan menjadi bagian penting dari pembaruan sistem ASN.
“Dulu, hanya PNS yang mendapatkan pensiun, sementara PPPK tidak. Sekarang dengan perubahan tersebut, PPPK juga berhak atas pensiun, ini langkah maju dalam penyetaraan hak ASN,” ujarnya dalam diskusi publik di kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Perubahan Pertama Jadi Dasar
Revisi kedua UU ASN ini tak berdiri sendiri. Perubahan sebelumnya melalui UU Nomor 20 Tahun 2023 telah menghapus Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan memperkuat prinsip kesetaraan antara PNS dan PPPK dalam aspek kewajiban maupun hak administratif.
Namun, menurut Zulfikar, perubahan selanjutnya akan menyentuh aspek yang lebih sensitif: tata kelola kepegawaian struktural di daerah.
Ia mengungkapkan bahwa kewenangan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat daerah yang sebelumnya dipegang pemerintah daerah akan dialihkan kembali ke pemerintah pusat.
Artinya, kendali mutasi pejabat ASN di daerah akan berada langsung di tangan Presiden.
Sanksi Tegas bagi Instansi yang Bandel
Zulfikar juga mengingatkan bahwa per 1 Desember 2024, seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah tidak lagi diperbolehkan merekrut tenaga non-ASN, termasuk honorer.
Larangan ini berlaku secara nasional sebagai upaya menghapus praktik kerja kontrak jangka panjang tanpa jaminan hak yang layak.
“Instansi yang tetap menggunakan tenaga honorer akan diusulkan untuk dikenai sanksi administratif. Ini bagian dari penegasan arah kebijakan yang sudah ditentukan dalam UU ASN sebelumnya,” tegasnya.
Untuk menjamin perubahan ini berbasis pada analisis mendalam dan berperspektif luas, Komisi II DPR menggandeng Badan Keahlian DPR.
Mereka akan menyusun kajian ulang bersama akademisi, praktisi hukum, pakar administrasi negara, hingga organisasi profesi.
“Memastikan landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis dari arah perubahan tersebut. Perubahan ini belum final, masih dalam tahap pembicaraan awal, kita ingin kajian yang menyeluruh,” ungkap ZulfikaR.
Revisi kedua UU ASN menjadi salah satu momentum penting dalam perjalanan reformasi birokrasi Indonesia.
Langkah ini tak hanya menegaskan keadilan bagi seluruh ASN, tetapi juga mengarah pada sistem tata kelola kepegawaian yang lebih transparan dan terpusat.
Jika disahkan, kebijakan ini akan menandai era baru di mana PPPK tak lagi menjadi warga kelas dua dalam sistem ASN.***