GAZA, PALESTINA – Konflik berkepanjangan di Jalur Gaza terus meninggalkan luka mendalam bagi warga Palestina. Sejak Oktober 2023, serangan militer Israel telah menyebabkan ribuan orang mengalami amputasi akibat cedera parah yang tak terhindarkan.
Kondisi ini memperlihatkan sisi kelam dari krisis kemanusiaan yang kian memburuk di wilayah tersebut, di mana fasilitas kesehatan nyaris lumpuh dan akses bantuan medis sangat terbatas.
Dampak Mengerikan pada Kehidupan Warga Gaza
Data dari Otoritas Kesehatan Gaza mencatat lebih dari 50 ribu warga Palestina terdampak sejak eskalasi konflik dimulai. Banyak di antara mereka adalah anak-anak dan remaja yang kehilangan harapan untuk menjalani kehidupan normal.
Salah satu korban, seorang warga Gaza, berbagi kisah pilunya “Mimpi saya sirna,” katanya, melansir Reuters*, Jumat (11/4/2025). “Saya ingin kuliah dan mengajar anak-anak. Namun, cedera ini telah merenggut masa depan itu,” ujarnya dengan nada penuh keputusasaan.
Cedera yang dialami warga tidak hanya berdampak fisik, tetapi juga mental. Rumah sakit yang kewalahan dan kekurangan peralatan medis sering kali terpaksa melakukan amputasi sebagai satu-satunya cara untuk menyelamatkan nyawa. Tanpa rehabilitasi yang memadai, para penyintas menghadapi tantangan besar untuk bangkit dari trauma dan keterbatasan fisik.
Krisis Medis dan Tantangan di Lapangan
Infrastruktur kesehatan di Gaza berada di ujung tanduk. Serangan yang menghancurkan rumah sakit dan klinik membuat tenaga medis bekerja dalam kondisi ekstrem. Obat-obatan, alat bedah, dan bahkan listrik untuk mengoperasikan peralatan medis menjadi barang langka. Banyak pasien tidak mendapatkan perawatan tepat waktu, memperparah risiko infeksi dan komplikasi.
Di tengah situasi ini, dunia internasional terus mendesak gencatan senjata untuk membuka jalur bantuan kemanusiaan. Namun, upaya tersebut kerap terhambat oleh ketegangan politik dan logistik yang rumit. Ribuan warga yang kehilangan anggota tubuh kini bergantung pada bantuan luar untuk mendapatkan prostetik, rehabilitasi, dan dukungan psikologis.
Harapan di Tengah Keputusasaan
Meski terpuruk, semangat warga Gaza untuk bertahan tetap terlihat. Komunitas lokal berupaya saling mendukung, sementara organisasi kemanusiaan berjuang untuk memberikan bantuan meski dengan sumber daya terbatas. Kisah-kisah ketangguhan ini menjadi pengingat bahwa di balik angka statistik, ada manusia yang berjuang untuk mempertahankan martabat dan harapan.
Tragedi di Gaza bukan hanya soal angka, tetapi juga tentang mimpi yang terampas dan kehidupan yang berubah selamanya. Dunia diajak untuk tidak hanya menyaksikan, tetapi juga bertindak agar krisis ini tidak terus berulang.