JAKARTA – Kereta cepat Whoosh menandai dua tahun operasionalnya dengan capaian luar biasa, mengangkut 12 juta penumpang.
Bagi Zaky Najwan, perjalanan dinas Jakarta–Bandung kini lebih efisien berkat kecepatan maksimal Whoosh 350 km/jam.
“Menggunakan Whoosh telah menjadi pilihan terbaik setiap kali saya perlu melakukan perjalanan cepat ke Bandung,” ujarnya dikutip Minggu (19/10/2025).
Sejak diluncurkan 17 Oktober 2023, Whoosh memangkas waktu tempuh Jakarta–Bandung dari tiga jam jadi 46 menit.
Sebagai kereta cepat pertama di Indonesia dan Asia Tenggara, Whoosh menjadi simbol mobilitas baru masyarakat urban.
Dalam dua tahun, PT KCIC mencatat 36.747 perjalanan dengan tingkat ketepatan waktu di atas 95 persen.
Laurensia Vanessa Hartono, warga Padalarang, mengaku kini lebih sering ke Jakarta berkat kemudahan akses Whoosh.
“Sejujurnya, Whoosh membuat kami lebih sering berkunjung ke Jakarta,” katanya tersenyum, memuji kenyamanan layanan.
General Manager KCIC, Eva Chairunisa, menyebut Whoosh simbol kemajuan dan ketahanan transportasi modern Indonesia.
“Dengan teknologi canggih, tata kelola yang transparan, dan berfokus pada keberlanjutan, Whoosh terus bergerak menuju visinya untuk menjadi operator transportasi berkelas dunia yang berkelanjutan,” paparnya.
Sebelum hadirnya Whoosh, jalur rel di Indonesia didominasi ukuran sempit dan sebagian kecil menggunakan listrik.
Pakar transportasi Arief Rahmanda menilai Whoosh bukan sekadar proyek, tapi lompatan menuju masa depan efisien.
“KCJB mewakili bukan hanya tonggak infrastruktur, tetapi juga langkah konkret menuju masa depan yang lebih maju, efisien, dan berkelanjutan,” tegasnya.
Ia menilai investasi besar di luar Jawa, senilai Rp256,8 triliun, turut menggerakkan pemerataan ekonomi nasional.
Pemerintah diimbau menjaga iklim investasi agar pertumbuhan ekonomi bisa melampaui 5 persen per tahun.
“Kalau investasi bisa didorong hingga rata-rata di atas 30 persen per tahun, peluang ekonomi Indonesia tumbuh di atas 5 persen akan sangat besar,” katanya.
India dan China dijadikan perbandingan, dengan kontribusi investasi terhadap PDB di atas 30 persen per tahun.
Pemerintah juga diminta menjaga stabilitas politik, sosial, dan kemudahan izin agar tren positif ini berlanjut.
Indeks Ease of Doing Business (EoDB) tetap menjadi tolok ukur kemudahan usaha dan efisiensi birokrasi nasional.
Christiantoko menegaskan, perizinan yang sederhana membuat investasi efisien dan biaya regulasi lebih terkontrol.
“Semakin besar hambatan atau semakin berbelit perizinan, maka biaya regulasi akan mahal dan berpengaruh pada efisiensi investasi,” ujarnya.***




