SEOUL, KORSEL – Gelombang demonstrasi besar mengguncang pusat ibu kota Korea Selatan pada Sabtu (5/4), menyusul pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol oleh Mahkamah Konstitusi.
Ribuan loyalis Yoon membanjiri jalanan Seoul untuk menyuarakan penolakan terhadap keputusan tersebut yang mereka nilai tidak sah.
Mahkamah Konstitusi mengesahkan pemakzulan Yoon pada Jumat (4/4), menindaklanjuti keputusan parlemen yang sebelumnya menyetujui langkah pemecatan itu. Aksi turun ke jalan pun pecah tak lama setelah putusan diumumkan.
“Pemakzulan tidak sah! Batalkan pemilu dadakan!” seru para demonstran yang tergabung dalam barisan pendukung setia Yoon, seperti dilaporkan AFP.
Pemakzulan Presiden Yoon dipicu oleh langkah kontroversialnya pada 3 Desember 2024, ketika ia mendeklarasikan darurat militer dengan dalih melindungi negara dari ancaman “kekuatan komunis”. Kebijakan itu justru memperburuk ketegangan politik yang sudah panas usai pemilu Juni lalu.
Kendati hujan mengguyur, semangat para pendukung Yoon tak padam. Mereka tetap berkumpul dengan tekad membela pemimpin mereka yang dimakzulkan. Seorang pengunjuk rasa muda, Yang Joo-young (26), mengaku kecewa mendalam atas keputusan konstitusional itu.
“Sebagai seseorang yang berusia 20-an atau 30-an, saya sangat khawatir tentang masa depan,” ucapnya.
Sementara itu, kubu oposisi menyambut pemakzulan ini dengan suka cita. Suasana haru menyelimuti sejumlah warga yang mendukung pemberhentian Yoon, bahkan ada yang menangis dan berpelukan saat putusan dibacakan.
Kini, Korea Selatan bersiap menggelar pemilihan presiden dalam waktu 60 hari. Nama pemimpin oposisi, Lee Jae-myung, mencuat sebagai kandidat kuat pengganti Yoon. Namun, hal ini justru menambah kekhawatiran di kalangan loyalis Yoon yang menilai pendekatan Lee terhadap Korea Utara terlalu lunak.
“Rasanya kita sudah beralih menjadi negara sosialis dan komunis,” kata Park Jong-hwan (59), salah satu pendukung Yoon.
Situasi politik di Korea Selatan saat ini semakin tegang, dan masa depan negeri Ginseng tersebut kian sulit diprediksi.