GAZA, PALESTINA – Sebanyak 10 warga Palestina tewas dan puluhan lainnya luka-luka setelah pasukan Israel melepaskan tembakan ke kerumunan warga yang sedang mengantre bantuan makanan di posko Rafah, Gaza Selatan, Selasa dan Rabu (27–28 Mei 2025). Insiden ini terjadi di tengah krisis kemanusiaan yang terus memburuk di Jalur Gaza.
Menurut laporan Kantor Media Pemerintah Gaza (GMO), serangan ini menargetkan warga sipil yang berkumpul di dekat pusat distribusi bantuan. “Lokasi-lokasi ini berubah menjadi jebakan maut di bawah tembakan penjajah,” ujar GMO dalam pernyataannya. Dalam 48 jam terakhir, setidaknya 60 orang dilaporkan terluka, sebagian besar akibat tembakan pasukan Israel.
Kronologi Tragedi
Ribuan warga Gaza, yang mayoritas kelaparan akibat blokade ketat Israel, memadati posko bantuan di Rafah. Yayasan yang didukung Israel dan Amerika Serikat mendirikan pusat distribusi untuk menyalurkan makanan dan kebutuhan pokok. Namun, situasi berubah kacau ketika massa menerobos pagar pembatas. Tiba-tiba, tembakan senapan dari tank Israel menggema, memicu kepanikan.
Ajith Sunghay, Kepala Kantor Hak Asasi Manusia PBB untuk wilayah Palestina, mengungkapkan bahwa sebagian besar korban luka akibat tembakan langsung. “Tembakan dari tentara Israel menyebabkan banyak korban berjatuhan,” katanya, seraya menambahkan bahwa beberapa luka juga terjadi akibat berdesakan di tengah kepanikan.
Kondisi Kemanusiaan yang Memprihatinkan
Peristiwa ini memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza, yang telah terpuruk sejak konflik berkepanjangan dimulai pada Oktober 2023. Pengepungan Israel telah menyebabkan kelangkaan makanan, air bersih, dan obat-obatan. Laporan PBB menyebutkan, lebih dari 576.000 warga Gaza—seperempat populasi—terancam kelaparan parah. Bahkan, anak-anak di bawah usia dua tahun di Gaza utara menderita kekurangan gizi akut.
Seorang saksi mata, Mohammed Ali, menceritakan pengalamannya kepada media lokal. “Kami hanya ingin mengambil tepung untuk keluarga kami. Tiba-tiba, tembakan keras terdengar, dan orang-orang berlarian ketakutan. Saya melihat beberapa orang jatuh tersungkur, tertembak di tempat,” ungkapnya dengan nada pilu.
Tanggapan Dunia dan Kontroversi
Insiden ini menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyerukan agar tim kemanusiaan diberikan akses tanpa hambatan untuk membantu warga Gaza. “Kondisi warga sipil di Gaza Utara sangat memprihatinkan. Serangan terhadap mereka yang mencari bantuan tidak bisa dibenarkan,” tegas juru bicara PBB, Farhan Haq.
Di sisi lain, militer Israel belum memberikan pernyataan resmi terkait insiden ini. Namun, dalam kasus serupa sebelumnya, mereka berdalih bahwa tembakan dilepaskan karena merasa terancam oleh kerumunan warga. Pernyataan ini sering kali memicu kontroversi, dengan warga Palestina menegaskan bahwa tidak ada tembakan peringatan sebelum serangan terjadi.
Krisis yang Tak Kunjung Usai
Tragedi di Rafah ini bukanlah yang pertama. Pada Februari 2024, insiden serupa menewaskan lebih dari 100 warga Gaza yang sedang mengantre bantuan. Militer Israel saat itu mengklaim hanya menembaki “beberapa orang” yang dianggap mengancam. Namun, laporan saksi mata menyebutkan bahwa tembakan dilakukan tanpa peringatan, bahkan beberapa korban tewas tertabrak truk bantuan yang panik melaju.
Krisis kemanusiaan di Gaza terus memburuk, dengan lebih dari 53.000 warga Palestina tewas dan 122.000 lainnya luka-luka sejak Oktober 2023, menurut data Kementerian Kesehatan Gaza. Dunia internasional kini mendesak gencatan senjata segera untuk menghentikan penderitaan warga sipil.
Seruan untuk Perdamaian
Peristiwa ini kembali menyoroti urgensi solusi damai di Gaza. Paus Fransiskus, dalam pernyataannya baru-baru ini, mendesak Israel untuk menghentikan serangan dan membuka jalur bantuan kemanusiaan. “Sudah terlalu banyak warga sipil yang menderita,” katanya.
Sementara itu, komunitas internasional terus mendorong negosiasi antara Israel dan Hamas untuk mencapai gencatan senjata jangka panjang. Namun, dengan berulangnya insiden seperti ini, harapan untuk perdamaian kian sulit diwujudkan.