PADANG – Sebanyak 92 calon haji Sumbar (Sumatera Barat) yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 1 hingga 15 dari Embarkasi Padang teridentifikasi mengalami pemisahan dengan kelompok induk mereka selama berada di Tanah Suci.
Kondisi ini terjadi lantaran mereka tercatat menggunakan penyedia layanan atau syarikah yang berbeda, sehingga tidak bisa ditempatkan bersama rombongan asalnya di Makkah.
“Dari kelompok terbang (kloter) satu hingga 15 itu ada 92 orang yang terpisah. Walaupun hanya 1,47 persen dari jumlah jamaah calon haji, tetap menjadi catatan bagi kami,” kata Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kanwil Kemenag Provinsi Sumbar Rifki di Padang, Rabu.
Situasi ini umumnya melibatkan calon haji lanjut usia beserta pendampingnya, atau pasangan suami istri yang tidak bisa ditempatkan bersama.
Masalah bermula dari penggantian nama calon haji sebelum keberangkatan.
Ketika seseorang batal berangkat, posisinya digantikan anggota keluarga yang justru terdaftar melalui syarikah berbeda.
Akibatnya, sistem penempatan di Arab Saudi secara otomatis memisahkan mereka.
Solusi Penanda Khusus dan Koordinasi Lapangan
Menanggapi kebijakan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi yang mewajibkan penyatuan jamaah terpisah dalam waktu 1×24 jam setelah tiba di Makkah, Embarkasi Padang telah mengambil langkah teknis untuk mendukung proses itu. Penanda khusus diberikan untuk memudahkan identifikasi oleh syarikah lokal.
“Embarkasi menyediakan penanda khusus bagi mereka yang terpisah, baik itu dengan adanya stiker di paspor mereka ataupun penanda di tas tentengan, tas paspor, dan tas bagasi,” ujarnya.
Inisiatif tersebut mempermudah syarikah dalam proses pencocokan dan pemindahan jamaah agar kembali bergabung dengan kelompok aslinya.
Selain itu, Kemenag Sumbar juga telah menginstruksikan ketua kloter untuk aktif menata ulang daftar jamaah agar penggabungan bisa segera ditindaklanjuti oleh sektor layanan haji di Makkah.
Rifki menambahkan bahwa telah ada laporan dari ketua-ketua kloter berupa dokumentasi video yang menunjukkan adanya usaha konkret dalam menyatukan jamaah terpisah.
Koordinasi antarpetugas terus dilakukan agar tidak ada calon haji yang terlantar atau kehilangan pendamping selama beribadah di Tanah Suci.***