JAKARTA – Kementerian Keuangan mengambil langkah cepat dengan melonggarkan ketentuan penyaluran Transfer Ke Daerah (TKD) bagi pemerintah daerah di Sumatra yang terdampak banjir dan longsor demi mempercepat penanganan darurat.
Kebijakan relaksasi tersebut menyasar 52 kabupaten dan kota di Aceh, Sumatra Utara, serta Sumatra Barat yang saat ini tengah menghadapi tekanan fiskal akibat bencana alam.
“Karena kita memahami bahwa pemerintah daerahnya tentu sedang kesulitan, karena itu kita akan menyederhanakan dan praktis membuat syarat salurnya itu bisa jadi lebih otomatis.”
“Tentu ini setidaknya nanti untuk tahap tanggap darurat, dan nanti kita lihat lagi situasi yang berikutnya,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara.
Dalam kondisi normal, penyaluran TKD mensyaratkan pemenuhan tahapan administratif dan teknis sebelum dana masuk ke rekening kas daerah.
Namun, khusus untuk wilayah terdampak banjir di Sumatra, Kemenkeu meniadakan ketentuan tersebut agar bantuan fiskal dapat langsung dimanfaatkan oleh daerah.
“Enggak pakai syarat salur. Biasanya kalau mau nyalurin DAK, ada tahapannya. Ada syarat salurnya. Ini kan Pemdanya kesusahan semua, jadi enggak usah pakai syarat salur,” ujar Suahasil.
Selain relaksasi TKD, pemerintah pusat telah menggelontorkan dana tanggap darurat dari APBN kepada seluruh daerah terdampak dengan nilai Rp4 miliar untuk setiap kabupaten dan kota.
“Ini sudah disalurkan dari APBN,” lanjut Wamenkeu.
Kemenkeu juga menaruh perhatian khusus pada pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang masih dimiliki sejumlah Pemda, terutama yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
Pemerintah akan mengevaluasi kondisi fisik infrastruktur yang dibiayai pinjaman PEN guna menentukan langkah lanjutan pascabencana.
“Kalau terkena bencana alam seperti longsor, banjir atau seterusnya, sampai seberapa jauh masih bisa digunakan.”
“Kalau dia (infrastruktur) masih bisa digunakan, ya tentu nanti kita akan lihat apakah diperlukan restrukturisasi.”
“Kalau tidak bisa digunakan, kita akan cari cara untuk melakukan simplifikasi, bahkan sampai dengan pemutihan kalau memang sudah benar-benar hancur karena bencana alam,” tambahnya.
Proses evaluasi tersebut akan dilakukan dengan tata kelola ketat, termasuk penetapan tingkat kerusakan proyek infrastruktur yang dibiayai melalui pinjaman PEN dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Di sisi lain, Kemenkeu mulai menyusun perencanaan anggaran pemulihan pascabencana yang akan dialokasikan pada tahun anggaran 2026.
Pemerintah pusat akan menginventarisasi kembali kebutuhan pembangunan infrastruktur lintas kementerian meski saat ini masih berada pada fase tanggap darurat.
“Pak Menteri Keuangan juga sudah menyampaikan kita akan siapkan anggarannya.”
“Kita cari dari seluruh anggaran yang ada, dan ada yang di Kementerian PU, Kementerian Perhubungan, ada yang untuk pembangunan infrastruktur dan yang lain.”
“Tentu akan kita diskusikan meskipun masih dalam tahap tanggap darurat, tapi kita mulai mengidentifikasi infrastruktur apa saja yang perlu kita bangun,” tutur Suahasil.***