BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (Kang Demul) akan mengirim pelajar SMP dan SMA yang dianggap bermasalah, termasuk yang kecanduan game Mobile Legends, ke barak militer untuk dibina secara disiplin mulai 2 Mei 2025.
Sasaran Program: Siswa dengan Kenakalan Akut
Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa program ini dirancang untuk menangani siswa yang sulit dibina oleh keluarga atau sekolah. Dalam pernyataannya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (29/4/2025).
Mantan Bupati Purwakarta menyebutkan kriteria siswa yang akan masuk barak militer.
“Tukang tawuran, tukang mabok, tukang main Mobile Legends, yang kalau malam kemudian tidurnya tidak mau sore,” katanya.
Selain kecanduan game daring, siswa yang terlibat tawuran, mengonsumsi minuman beralkohol, atau menunjukkan perilaku membangkang terhadap orang tua juga menjadi prioritas.
Menurut Dedi, pembinaan ini bertujuan membentuk kedisiplinan dan tanggung jawab melalui pola hidup militer.
Cara Kerja Program Pembinaan
Program ini akan berlangsung selama enam bulan hingga satu tahun di 30–40 barak militer yang telah disiapkan oleh TNI. Siswa akan dijemput langsung oleh petugas TNI ke rumah mereka untuk mengikuti pelatihan karakter. Meski tidak mengikuti sekolah formal selama periode ini, Dedi menegaskan bahwa pelajar tetap akan mendapatkan materi pelajaran seperti biasa, hanya dengan pendekatan yang lebih ketat dan terstruktur.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menjalin kerja sama dengan Mabes TNI AD, Kodam, Kapolres, hingga Dandim untuk mendukung pelaksanaan program. Biaya pembinaan akan ditanggung bersama oleh Pemprov Jabar dan pemerintah kabupaten/kota terkait.
“Kita sudah punya MoU dengan Mabes TNI AD, dan sinergi dengan Kodam, Kapolres, Dandim, serta batalion di tiap daerah. Tidak ada masalah,” ujar Dedi.
Respon Beragam dari Masyarakat
Kebijakan ini memicu pro dan kontra. Sejumlah orang tua mendukung inisiatif Dedi, terutama mereka yang merasa kesulitan menangani anak dengan kenakalan tingkat tinggi. Seorang warganet di X menulis, “Kadang yang di kriteria ini, di rumah pun orang tuanya susah membina mereka,” mengacu pada siswa yang disebut Dedi.
Namun, kalangan akademisi dan psikolog pendidikan menyuarakan kekhawatiran. Direktur Pusat Kajian Kurikulum Universitas Negeri Semarang, Edi Subkhan, menilai pendekatan ini berpotensi diskriminatif dan kurang tepat untuk dunia pendidikan.
“Pernyataan Dedi Mulyadi menunjukkan bahwa pimpinan atau kepala daerah perlu menjadikan insan pendidikan sebagai mitra untuk berdiskusi soal pendidikan,” katanya.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian, juga mengkritik bahwa program ini bisa mengalihkan fokus pendidikan dari pengembangan akademik dan keterampilan hidup. Ia menyarankan pendekatan yang lebih menekankan pada nasionalisme dan cinta tanah air melalui mata pelajaran seperti PPKn.
Mengapa Mobile Legends Jadi Sorotan?
Pernyataan Dedi yang menyebut pemain Mobile Legends sebagai salah satu kriteria siswa nakal sontak menjadi perbincangan hangat di media sosial. Banyak yang menganggapnya sebagai candaan, tetapi Dedi tampak serius dengan pandangannya. Ia menyoroti siswa yang bermain game hingga larut malam, mengabaikan waktu istirahat, dan menunjukkan pola hidup tidak sehat. Hal ini, menurutnya, berkontribusi pada perilaku tidak disiplin.
Meski begitu, sejumlah netizen membela hobi bermain game, terutama Mobile Legends, yang kini juga diakui sebagai cabang olahraga e-sport. “Main Mobile Legends kok disamain sama tawuran? Kan beda jauh,” tulis seorang pengguna X.
Langkah Strategis atau Kontroversi Baru?
Dedi Mulyadi dikenal dengan kebijakan-kebijakan yang sering mengundang perhatian, seperti larangan wisuda sekolah hingga wacana pembagian kelas berdasarkan hobi. Program pembinaan di barak militer ini menjadi salah satu langkah terbaru yang menunjukkan pendekatan tegasnya dalam menangani kenakalan remaja.