JAKARTA — Anggota Komisi VI DPR RI, Kawendra Lukistian, menyoroti permasalahan tambang ilegal dan lemahnya kontrol harga komoditas timah dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Direktur Utama PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) dan PT Timah, Rabu (14/5/2025).
Kawendra menyatakan bahwa praktik pertambangan ilegal kini sudah sangat masif dan tak bisa lagi dipandang sebelah mata.
“Tambang ilegal menjadi salah satu problem yang luar biasa. Bahkan setelah kita update, bisa jadi jumlahnya jauh lebih besar yang ilegal,” tegas Kawendra dalam rapat, Rabu (14/5/25)
Ia juga menyinggung pentingnya kepemimpinan yang berani dan integritas dalam memberantas praktik ilegal di sektor pertambangan. Hal ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang ingin membangun tata kelola negara yang kuat, transparan, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
“Kita sudah terlalu banyak memperdayakan orang pintar. Atau orang pintar itu banyak yang tidak jujur juga, Pak. Mudah-mudahan dengan hadirnya Bapak di sana, dengan keberanian dan background Kopassus, bisa memberesi hal tersebut,” ucap Kawendra.
Dalam rapat tersebut, Kawendra juga mendorong perusahaan pelat merah itu menyusun rencana konkret dan terukur dalam menangani permasalahan tambang ilegal.
“Katakanlah buat plan, cara menyelesaikannya seperti apa. Misalkan untuk jangka dua bulan, berapa selesainya. Nanti kita undang lagi ke sini untuk update,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kawendra menyinggung isu harga timah global. Menurutnya, Indonesia sebagai salah satu pemilik cadangan timah terbesar dunia bersama China dan Peru, seharusnya tidak hanya menjadi pengikut harga pasar.
“Ketika kami di London kemarin, ada satu pembahasan menarik, yaitu soal harga. Kita sebagai salah satu pemilik stok timah terbesar selain China dan Peru, harusnya punya kendali yang lebih privilege dalam menentukan harga ini. Bukannya kita ikut-ikutan,” tegasnya.
Ia juga mendorong wacana pembentukan bursa logam baru di Indonesia sebagai bentuk keberanian dan penguatan posisi tawar di tengah ketidakpastian geopolitik dan perang dagang global.
“Kemarin kita diskusi, kenapa kita tidak berani bikin bursa baru? Indonesia Metal Exchange. Konsolidasi dengan beberapa negara. Apalagi dengan adanya perang dagang seperti ini, ini kan seperti tes nyali kita juga,” ujarnya.
Tak kalah penting, Kawendra menekankan pentingnya digitalisasi dalam sistem pengelolaan pertambangan, khususnya untuk mengurangi kebocoran yang selama ini jadi sorotan.
“Soal digitalisasi ini sebuah keniscayaan. Mind ID saya sudah lihat, Freeport sudah berbasis digital plan. Jadi apa adanya sesuai dengan realisasi di lapangan. Itu mungkin bisa diimplementasikan di Timah juga,” katanya.***