JAKARTA – Kepala UPT Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Andi Ibrahim bersama seorang staf kampus dipecat secara tidak hormat. Hal itu disampaikan oleh Rektor Prof. Hamdan Juhannis menyusul keterlibatan mereka dalam peredaran dan pembuatan ulang palsu.
“Saya hadir di sini sebagai Rektor UIN Alauddin Makassar, bersama wakil rektor 1, 2, dan wakil rektor 2 untuk menunjukkan dan memberi dukungan kepada polisi dalam mengungkap kasus ini hingga ke akarnya,” tegas Prof. Hamdan Juhannis di Polres Gowa, Kamis (19/12).
Prof. Hamdan mengungkapkan bahwa tindakan Andi Ibrahim dan stafnya merupakan sebuah pukulan berat bagi seluruh sivitas akademika UIN Alauddin Makassar. “Sebagai pimpinan tertinggi di UIN, saya merasa marah, malu, dan tertampar. Kami telah bekerja keras membangun kampus dan reputasi, namun semua itu hancur dalam sekejap,” ujarnya.
Akibat perbuatan tersebut, Andi Ibrahim dan staf yang terlibat langsung dalam pencetakan uang palsu di kampus UIN Alauddin Makassar, resmi dipecat dengan tidak hormat. “Oleh karena itu, kami mengambil langkah tegas untuk memberhentikan kedua oknum yang terlibat,” tambahnya.
Pembuatan uang palsu tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2010, meskipun sempat terhenti pada 2014. Kegiatan ilegal ini kemudian dilanjutkan kembali pada 2022 hingga 2024.
“Pada Oktober 2022, mereka membeli alat cetak dan memesan kertas. Pada Mei 2024, produksi sudah dimulai. Uang kertas yang digunakan juga diimpor dari China, termasuk bahan baku dan tinta,” jelas Kapolda Sulsel, Irjen Yudhiawan Wibisono, dalam keterangannya di Polres Gowa.
Kapolda Sulsel mengungkapkan, pada Juni 2024, para pelaku, termasuk Andi Ibrahim, bekerja sama untuk memproduksi uang palsu dan menawarkan kepada masyarakat. “Mereka saling berkomunikasi dan memviralkan tawaran tersebut melalui grup WhatsApp,” ungkap Yudhiawan.
Proses percetakan uang palsu ini dilakukan di dua lokasi, yaitu rumah salah satu pelaku di Makassar dan di kampus UIN Alauddin Makassar, Kabupaten Gowa. “Sekitar bulan September 2024, mereka berkomunikasi untuk memindahkan peralatan ke lokasi berikutnya,” tambahnya.
Namun, operasi pembuatan uang palsu ini sempat terhenti setelah para pelaku mengetahui bahwa polisi tengah menyelidiki kasus tersebut. “Pada Minggu, 22 November 2024, mereka mulai menyerahkan uang palsu senilai Rp150 juta, kemudian Rp250 juta, dan terakhir Rp200 juta. Aktivitas mereka dihentikan setelah mengetahui adanya penyelidikan polisi pada akhir November 2024,” pungkas Irjen Yudhiawan.