JAKARTA — Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj memberikan penegasan penting di tengah polemik gagalnya keberangkatan jamaah haji furoda pada musim haji 2025.
Ia menekankan bahwa pemerintah tidak memiliki kewenangan atas visa haji furoda karena jalur ini bukan bagian dari kuota resmi yang dikelola negara.
Kegagalan ini, menurutnya, murni menjadi tanggung jawab pihak penyelenggara travel dan jamaah sendiri.
“Visa haji furoda belum juga diterbitkan oleh otoritas Arab Saudi sampai batas akhir pelayanan. Ini bukan tanggung jawab pemerintah karena berada di luar kuota resmi,” tegas Mustolih dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (30/5).
Pernyataan ini muncul di tengah banyaknya keluhan jamaah yang gagal berangkat akibat belum turunnya visa dari Arab Saudi.
Mustolih merujuk pada regulasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) .
UU tersebut secara tegas mengatur bahwa pemerintah hanya bertanggung jawab pada haji reguler dan haji khusus yang masuk dalam kuota nasional.
Visa furoda, yang juga dikenal sebagai visa mujamalah, merupakan undangan khusus dari Kerajaan Arab Saudi dan sepenuhnya diurus pihak swasta tanpa intervensi negara.
Artinya, tanggung jawab moral dan hukum atas keberangkatan maupun kegagalannya berada pada pihak travel penyelenggara.
Mustolih menyebutkan bahwa momentum ini perlu dijadikan bahan evaluasi besar terkait pengelolaan haji furoda.
Ia mendorong agar setelah musim haji berakhir, pemerintah bersama DPR bisa segera membahas revisi UU PIHU demi memperjelas posisi hukum jalur haji non-kuota tersebut.
Menurutnya, akar permasalahan juga terletak pada kurangnya transparansi informasi risiko oleh penyelenggara dan fakta bahwa kebijakan otoritas Arab Saudi bisa berubah sewaktu-waktu.
Hal inilah yang membuat calon jamaah furoda kerap menjadi korban ketidakpastian.
“Jadi pengaturan lebih lanjut tentang mekanisme, syarat, dan standar pelayanan haji furoda perlu segera dirumuskan agar ada kepastian hukum, dan perlindungan bagi jamaah dari potensi kerugian materiil maupun sosial,” jelas Mustolih.
Sebagai solusi konkret bagi jamaah yang gagal berangkat, Komnas Haji menganjurkan agar penyelesaian dilakukan secara musyawarah dengan pihak travel.
Beberapa travel resmi, menurut Mustolih, telah menyatakan siap mengembalikan dana jamaah secara penuh atau memberikan opsi penjadwalan ulang dan pengalihan ke kuota haji khusus.
Komitmen dari penyelenggara travel tersebut dinilai penting dalam menjaga kepercayaan publik serta citra profesional penyelenggara perjalanan ibadah.
Meski harus menanggung kerugian besar, langkah ini dianggap sebagai bentuk tanggung jawab moril.***