JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Ketua Umum Pemuda Pancasila, Japto Soerjosoemarno, dalam penyelidikan dugaan aliran dana gratifikasi terkait penerbitan izin tambang batu bara.
Pemeriksaan yang berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (27/2/2025), menyoroti keterkaitan Japto dengan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, yang diduga menerima gratifikasi dari sektor pertambangan.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyampaikan bahwa penyidik mendalami mekanisme penerimaan dana per metrik ton batu bara yang diduga mengalir ke pihak terkait.
“Gratifikasi terkait pertambangan batu bara, jumlahnya sekitar USD3,3-5 per metrik ton,” ujar Tessa kepada wartawan. Penyidikan ini menelusuri kemungkinan aliran dana melalui perusahaan tertentu yang berkaitan dengan salah satu pemimpin organisasi kepemudaan di Kalimantan Timur.
Usai menjalani pemeriksaan, Japto enggan berkomentar lebih lanjut mengenai materi pemeriksaan. Ia hanya menyatakan bahwa dirinya telah memenuhi panggilan dan menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan penyidik.
“Saya hadir menjelaskan dan menjawab semua pertanyaan, semoga sudah mencukupi apa yang diperlukan,” katanya. Namun, ketika ditanya mengenai 11 mobil miliknya yang disita KPK, ia menolak memberikan jawaban dan meminta media untuk bertanya langsung kepada penyidik.
Penggeledahan dan Penyitaan Barang Bukti
Dalam upaya pengungkapan kasus ini, KPK telah melakukan penggeledahan di kediaman Japto di Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Dari hasil penggeledahan, tim penyidik menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai senilai Rp56 miliar dalam bentuk rupiah dan valuta asing, serta dokumen-dokumen yang diduga terkait kasus gratifikasi ini.
Selain itu, 11 unit mobil turut disita sebagai bagian dari barang bukti yang dikaitkan dengan dugaan penerimaan gratifikasi.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa aliran dana tersebut mengalir melalui PT Bara Kumala Sakti (PT BKS).
“Itu mengalir melalui PT BKS, perusahaan yang diduga terkait dengan ketua organisasi pemuda di Kalimantan Timur,” ungkapnya. Investigasi terus berlanjut untuk menelusuri lebih dalam keterlibatan berbagai pihak dalam kasus ini.
Fokus KPK dalam Penyelidikan
Kasus ini merupakan bagian dari penyelidikan KPK dalam membongkar skema dugaan tindak pidana pencucian uang yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Sebelumnya, Rita telah lebih dulu terjerat kasus korupsi dan divonis bersalah terkait gratifikasi di sektor pertambangan batu bara di wilayahnya.
KPK menegaskan bahwa penyelidikan akan terus berjalan hingga semua pihak yang terlibat dalam aliran dana ilegal ini dapat diungkap secara transparan. “Kami akan terus mendalami peran pihak-pihak yang berkaitan dalam dugaan gratifikasi ini,” tegas Tessa Mahardhika.
Respons Publik dan Implikasi Hukum
Kasus ini mendapat perhatian luas dari masyarakat, terutama karena melibatkan tokoh ormas besar dan memiliki dampak terhadap industri pertambangan di Indonesia. Pakar hukum menilai bahwa jika terbukti bersalah, para pihak yang terlibat dapat dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi dan pencucian uang, yang ancamannya mencapai 20 tahun penjara.
Sementara itu, Japto masih berstatus sebagai saksi dalam kasus ini, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya perkembangan lebih lanjut dalam penyidikan. KPK diharapkan dapat bekerja secara profesional dan transparan dalam menuntaskan kasus yang menjadi sorotan publik ini.***