JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengembalikan mobil Alphard yang sebelumnya disita dari mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer atau Noel.
Hal ini dilakukan usai penyidik memastikan kendaraan tersebut tidak berhubungan langsung dengan perkara dugaan korupsi pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Langkah pengembalian itu dilakukan setelah serangkaian klarifikasi dan pemeriksaan mendalam terhadap bukti-bukti serta keterangan dari sejumlah saksi, terutama dari pejabat di lingkungan Sekretariat Jenderal Kemnaker yang mengetahui asal-usul kendaraan tersebut.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa kendaraan mewah tersebut sejatinya adalah mobil sewaan resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan untuk menunjang kegiatan operasional sang wakil menteri.
“Benar, jadi penyidik melakukan pengembalian satu mobil Alphard yang disita dari saudara IEG atau saudara NL ya,“ kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa (7/10/2025).
Budi menjelaskan, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa mobil tersebut tidak memiliki keterkaitan langsung dengan praktik tindak pidana yang sedang diusut.
“Mobil tersebut adalah mobil sewa yang dilakukan oleh Kemnaker diperuntukkan untuk operasional saudara IEG atau saudara NL sebagai Wakil Menteri,” ujarnya.
Ia menambahkan, pengembalian barang sitaan yang tidak relevan merupakan bentuk profesionalisme penyidik dalam menjaga integritas proses hukum agar fokus pada alat bukti yang benar-benar berkaitan dengan perkara dugaan korupsi sertifikasi K3.
Sebelumnya, KPK telah memindahkan sedikitnya 25 mobil dan 7 motor ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) KPK di Cawang, Jakarta Timur, sebagai bagian dari pengamanan aset yang diduga kuat berhubungan dengan kasus tersebut.
Di sisi lain, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan akan melakukan pembenahan total pada sistem sertifikasi K3, terutama setelah mencuatnya kasus dugaan pemerasan yang kini ditangani lembaga antirasuah tersebut.
“Jadi, sertifikasi K3 memang melibatkan pihak PJK3 sebagai mitra, tidak mungkin pemerintah sendiri yang melakukan sertifikasi.”
“Bagi PJK3 yang belum melakukan komitmen ulang pakta integritas, kita tahan dahulu izinnya,” kata Yassierli dikutip, Jumat (22/8/2025).
KPK sebelumnya telah menetapkan 11 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi terkait pengurusan sertifikasi K3, termasuk IEG dan sejumlah pejabat Kemnaker lainnya yang diduga terlibat dalam praktik penyimpangan biaya sertifikasi.
Mereka antara lain IBM, GAH, SB, AK, FRZ, HS, SKP, SUP, TEM, dan MM yang terdiri dari pejabat di Direktorat Bina K3 hingga pihak swasta yang bekerja sama dengan Kemnaker.
Dalam temuan KPK, para tersangka diduga menaikkan biaya pengurusan sertifikasi secara tidak wajar.
“Tarif sertifikasi K3 sebesar Rp275.000, fakta di lapangan para pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya hingga Rp6.000.000,” kata Setyo.
Menurut KPK, praktik pemerasan ini berlangsung sejak 2019 dan diperkirakan menimbulkan kerugian mencapai Rp81 miliar, mencerminkan betapa dalamnya sistem pengawasan perlu diperkuat di sektor keselamatan dan kesehatan kerja nasional.***