JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengusulkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Langkah ini diambil menyusul maraknya aksi ormas yang dinilai kebablasan dan menimbulkan keresahan masyarakat.
Mantan Kapolri menyoroti perlunya pengawasan lebih ketat, terutama pada aspek transparansi keuangan, untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
“Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat, di antaranya mungkin masalah keuangan, audit keuangan,” kata Tito, Minggu (27/4/2025).
Mengapa UU Ormas Perlu Direvisi?
Menurut Tito, UU Ormas yang lahir pasca-reformasi 1998 dirancang untuk menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul sebagai pilar demokrasi. Namun, dalam perkembangannya, sejumlah ormas justru memanfaatkan kebebasan ini untuk kepentingan yang tidak sesuai, seperti menjalankan agenda kekuasaan dengan cara-cara intimidatif atau koersif.
Tito menjelaskan, salah satu celah yang sering dimanfaatkan adalah ketidakjelasan alur dana ormas.
“Ketidakjelasan alur dan penggunaan dana ormas bisa menjadi celah penyalahgunaan kekuasaan di tingkat akar rumput,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia mendorong evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengawasan, termasuk audit keuangan, untuk memastikan akuntabilitas organisasi.
Aksi Ormas yang Meresahkan Masyarakat
Belakangan, sejumlah kasus yang melibatkan ormas menjadi sorotan publik. Mulai dari dugaan aksi premanisme hingga pemerasan, tindakan ini dinilai merusak citra ormas sebagai bagian dari demokrasi. Salah satu contoh adalah gangguan yang diduga dilakukan ormas terhadap pembangunan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat, sebagaimana diungkap Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno.
Tito menegaskan, ormas seharusnya menjadi mitra pemerintah dalam membangun masyarakat, bukan malah menciptakan keresahan.
“Kalau itu kegiatan yang sistematis dan ada perintah dari ormasnya, maka secara organisasi bisa dikenakan pidana, khususnya korporasinya,” tegas mantan Kapolri tersebut.
Proses Revisi Melibatkan DPR
Meski mendesak revisi, Tito menyerahkan keputusan akhir kepada DPR RI sebagai pemegang kewenangan legislasi.
“Tapi kan dalam perjalanannya, setiap Undang-Undang itu kan dinamis, ada perubahan-perubahan situasi, dapat saja dilakukan perubahan-perubahan sesuai situasi,” ungkapnya.
Komisi II DPR pun menyatakan keterbukaan terhadap usulan ini. “Kita terbuka kalau urgent,” kata anggota Komisi II DPR dalam pernyataan yang diunggah akun @okezonenews di X. Proses revisi ini diharapkan melibatkan partisipasi publik agar menghasilkan regulasi yang seimbang antara kebebasan berserikat dan pengawasan yang akuntabel.
Langkah Menuju Ormas yang Lebih Bertanggung Jawab
Revisi UU Ormas diharapkan dapat menciptakan ekosistem organisasi masyarakat yang lebih transparan dan bertanggung jawab. Dengan pengawasan keuangan yang ketat, potensi penyalahgunaan dana untuk kepentingan yang merugikan dapat diminimalisir. Selain itu, regulasi yang lebih tegas juga diharapkan mampu menekan aksi-aksi ormas yang melanggar hukum, seperti pemerasan atau kekerasan.
Tito optimistis, dengan kolaborasi antara pemerintah dan DPR, revisi ini dapat memperkuat peran ormas sebagai pilar demokrasi.
“Ormas harus kembali ke fungsinya, menjadi bagian dari sistem demokrasi yang menjamin kebebasan, bukan alat intimidasi,” pungkasnya.