Live Program UHF Digital

Menko Polhukam Mahfud MD Sebut Panji Gumilang “Titisan” NII Kartosoewirjo

JAKARTA – Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan bahwa Panji Gumilang dan Pesantren Al Zaytun merupakan bagian dari perkembangan gerakan Darul Islam dan NII yang bermula dari upaya Kartosoewirjo.

Menurut Mahfud MD, pada masa awal kemerdekaan Indonesia, banyak pejuang dari kalangan Islam yang merasa terpinggirkan dan tidak memiliki kesempatan berperan dalam pemerintahan. Hal ini merupakan dampak dari politik pendidikan yang diskriminatif yang diterapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, di mana hanya mereka yang memiliki ijazah Islam yang memiliki akses ke posisi pemerintahan.

Banyak pejuang, anak muda, dan tokoh Islam yang tidak dapat berperan dalam tugas-tugas pemerintahan negara yang baru terbentuk. Sebagai alternatif, banyak kalangan Islam memilih untuk kembali ke pesantren dan fokus dalam mendidik santri. Namun, ada juga yang merasa tidak puas karena merasa terpinggirkan.

Menurut Mahfud, ketidakberdayaan kalangan Islam dalam pemerintahan Indonesia yang baru terbentuk ini memunculkan rasa kemarahan di kalangan Islam, salah satunya diekspresikan melalui pendirian Darul Islam atau Negara Islam Indonesia (NII) oleh Kartosoewirjo.

“Perjuangan yang dilakukan Kartosoewirjo untuk mendirikan Negara Islam Indonesia berlanjut hingga saat ini, dan masih mencuat dalam konteks perdebatan seputar Panji Gumilang. Jadi, Panji Gumilang memiliki akar dari Negara Islam Indonesia,” jelasnya.

NII dijelaskan oleh Mahfud sebagai organisasi tanpa bentuk yang beroperasi secara bawah tanah, namun memiliki struktur hierarki yang terdiri dari seorang syekh yang memimpin, gubernur, menteri, bupati, hingga camat.

Pemikiran Kartosoewirjo yang diwariskan kepada penerusnya kemudian diketahui oleh pemerintah. Meskipun NII yang dibentuk oleh Kartosoewirjo dianggap telah berakhir, pemerintah melakukan operasi untuk mengidentifikasi dan menghancurkan sisa-sisa NII.

“Pemerintah mengetahui bahwa NII masih ada meskipun sudah berhasil ditumpas di berbagai tempat. Oleh karena itu, pemerintah mengambil tindakan untuk melemahkan NII dengan memecah belah dan mengadu satu kelompok NII dengan kelompok NII lainnya,” ungkap Mahfud.

Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan bahwa pada awal tahun 1970-an, pemerintah melakukan operasi yang dipimpin oleh Ali Moertopo untuk memecah belah NII dengan cara memprovokasi kelompok tersebut untuk berkumpul, membuat resolusi dan pernyataan keras, kemudian menangkap mereka. Setelah itu, pemerintah mencitrakan bahwa operasi tersebut dilakukan oleh kelompok jihad yang sama dengan NII sebelumnya. Informasi ini didapatkan Mahfud dari sumber langsung.

Mahfud juga mengungkapkan bahwa salah satu wilayah yang tergabung dalam NII hasil operasi dan bentukan pemerintah pada waktu itu adalah Komandemen 9, yang sekarang menjadi Pesantren Al Zaytun.

“Dengan mengadu satu kelompok NII dengan kelompok NII lainnya, NII akan hancur dengan sendirinya. Saya mengibaratkan ini dengan penggunaan shalawat yang dikenal dalam lingkungan NU, yaitu shalawat asyghil. Wa asyghilid dholimin bid dholimin. Jadi, melalui pengaduan NII dengan NII, NII akan runtuh sendiri,” tambahnya.

Setelah merasa aman dan nyaman bekerja dengan pemerintah, Panji Gumilang memutuskan untuk memecahkan diri dan mengembangkan Pesantren Al Zaytun seperti yang ada saat ini.

Mahfud menyatakan bahwa di balik semua ini, terdapat latar belakang sejarah dan masih ada banyak pengikut yang mempertahankan ideologi NII.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *