JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menetapkan bahwa pemerintah pusat dan daerah berkewajiban menjamin sekolah gratis, tidak hanya untuk sekolah negeri, tetapi juga sekolah dan madrasah swasta.
Putusan ini menjadi bagian penting dari pengabulan sebagian uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia.
MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Permohonan ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia.
Dalam amar putusan yang dibacakan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (27/5/2025), majelis hakim menyatakan bahwa frasa “wajib belajar tanpa memungut biaya” tidak boleh hanya berlaku pada sekolah negeri.
Ketentuan tersebut kini berlaku pula secara bertahap bagi satuan pendidikan dasar swasta yang menyelenggarakan jenjang SD dan SMP atau yang sederajat.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan bahwa negara tidak boleh membiarkan siswa terhambat memperoleh pendidikan dasar hanya karena keterbatasan biaya atau minimnya daya tampung sekolah negeri.
“Negara harus mewujudkan kebijakan pembiayaan pendidikan dasar mencakup Pendidikan Dasar semua anak baik yang bersekolah di sekolah negeri maupun sekolah madrasah swasta melalui mekanisme bantuan Pendidikan atau subsidi agar tidak terjadi kesenjangan akses Pendidikan dasar sebagaimana amanat pasal 31 UUD NRI 1945,” katanya.
Amandemen Penting dalam Pasal 34 Ayat (2)
Putusan MK kali ini merevisi pemahaman atas Pasal 34 ayat (2) UU Sistem Pendidikan Nasional yang selama ini mengisyaratkan bahwa kewajiban biaya hanya berlaku untuk satuan pendidikan negeri.
Mahkamah menyatakan bahwa bunyi pasal tersebut bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dimaknai bahwa pendidikan dasar—baik yang dikelola pemerintah maupun swasta—harus dijamin tanpa pungutan biaya.
Hakim Suhartoyo saat membacakan putusan menegaskan, “Mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” seraya menjelaskan bahwa perubahan ini bersifat bersyarat dan memerlukan implementasi selektif.
Solusi untuk Kesenjangan Akses Pendidikan
MK menilai perlakuan berbeda antara sekolah negeri dan swasta menyebabkan kesenjangan akses pendidikan.
Banyak peserta didik harus bersekolah di madrasah atau sekolah swasta akibat minimnya daya tampung sekolah negeri. Sayangnya, ini dibarengi dengan beban biaya yang tidak sedikit.
Menurut Enny, pemerintah memiliki tanggung jawab konstitusional untuk mengatasi ketimpangan tersebut.
Negara diminta menerapkan kebijakan afirmatif berupa bantuan biaya atau subsidi melalui program seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau skema beasiswa bagi keluarga tidak mampu.
Namun, ia juga mencatat bahwa selama ini implementasinya masih terkendala dalam hal penyaluran, alokasi anggaran, dan sasaran manfaat.
Diterapkan Bertahap dan Selektif
Mahkamah menekankan bahwa implementasi kebijakan pendidikan dasar gratis ini tidak bisa dilakukan secara serentak.
Sesuai prinsip hak ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob), pemenuhannya harus bersifat progresif dan disesuaikan dengan kapasitas fiskal, sarana prasarana, serta ketersediaan sumber daya.
“Oleh karena itu perwujudan Pendidikan Dasar yang tidak memungut biaya berkenaan dengan pemenuhan hak ekosob dapat dilakukan secara bertahap secara selektif dan afirmatif tanpa memunculkan perlakuan diskriminatif,” ujar Enny.
Sekolah Swasta Masih Bisa Memungut Biaya Tertentu
MK menyadari bahwa tidak semua sekolah swasta bisa dipukul rata. Ada lembaga yang menolak dana BOS karena menyelenggarakan kurikulum tambahan atau khusus yang tidak sepenuhnya mengikuti kurikulum nasional.
Dalam kondisi ini, pungutan biaya kepada peserta didik bisa tetap dilakukan sepanjang tidak melanggar ketentuan hukum dan memberi akses subsidi bagi siswa tidak mampu.
Enny menjelaskan, “Dalam kasus peserta didik secara sadar memahami konsekuensi pembiayaan yang lebih tinggi sesuai pilihan dan motivasinya ketika memutuskan untuk mengikuti pendidikan dasar di sekolah/madrasah tertentu.”
Namun demikian, sekolah swasta tetap didorong memberikan skema pembiayaan inklusif. Terutama bagi masyarakat yang tinggal di wilayah tanpa ketersediaan satuan pendidikan negeri.***