JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia menegaskan akan terus mengawasi implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax), yang bertujuan mengintegrasikan seluruh proses bisnis administrasi perpajakan.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengingatkan adanya risiko maladministrasi dalam penerapan Coretax jika tidak dikelola dengan baik.
“Keluhan para pengguna platform ini perlu segera ditindaklanjuti,” ujar Yeka saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (12/02).
Ia berharap Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sebagai pengelola sistem dapat segera melakukan perbaikan serta menyediakan alternatif bagi pengguna dalam melaksanakan administrasi pelaporan pajak.
Ombudsman juga meminta DJP menangani pengaduan masyarakat terkait kendala dalam penggunaan Coretax dan memberikan solusi terbaik.
Yeka mengungkapkan tiga potensi maladministrasi yang dapat terjadi dalam implementasi sistem ini.
Pertama, ketidakefektifan sistem yang tidak mampu mencapai tujuan sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan.
Kedua, potensi penyimpangan prosedur akibat keberadaan bug dalam sistem Coretax. Ia menyebutkan keluhan terkait bug cukup banyak disampaikan oleh pengguna. Menurutnya, bug dalam aplikasi merupakan kesalahan teknis yang dapat menghambat operasional sistem.
Ketiga, potensi tidak tersedianya layanan, di mana Coretax sebagai platform administrasi perpajakan tidak dapat diakses oleh pengguna.
“Hal ini menunjukkan bahwa sistem tersebut sampai saat ini tidak dapat memberikan layanan yang dijanjikan,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pihaknya akan terus melakukan perbaikan terhadap Coretax yang dikembangkan oleh DJP.
“Saya tahu ada keluhan soal Coretax. Kami akan terus melakukan perbaikan,” kata Sri Mulyani dalam Mandiri Investment Forum 2025 (MIF) di Jakarta, Selasa (11/2).
Ia menjelaskan bahwa membangun sistem perpajakan digital dengan kapasitas 8 miliar transaksi bukan tugas yang mudah.
“Ini bukan alasan. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa kami akan terus melakukan perbaikan agar Indonesia memiliki sistem pengumpulan pajak yang terdigitalisasi serta lebih andal dalam mencatat dan memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya sesuai hukum,” ujarnya.
Sebagai langkah mitigasi, DJP dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah sepakat untuk mengoperasikan Coretax secara paralel dengan sistem perpajakan lama.
Skenario ini mencakup penggunaan layanan yang telah berjalan secara paralel, seperti pelaporan SPT Tahunan sebelum tahun pajak 2025 melalui e-Filing di laman Pajak.go.id serta aplikasi e-Faktur Desktop bagi wajib pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP) tertentu sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.




