TEL AVIV – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kembali menjadi pusat perhatian dunia saat menghadiri sidang lanjutan kasus korupsi di Pengadilan Distrik Tel Aviv pada Rabu, 28 Mei 2025. Ini merupakan kemunculan ke-35 kalinya di pengadilan untuk menjawab tuduhan serius terkait penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan publik. Sidang ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga mencerminkan ketegangan politik dan sosial yang kian memanas di Israel.
Menurut laporan surat kabar Israel Yedioth Ahronoth, Netanyahu tampak tegang saat memasuki ruang sidang. Situasi semakin dramatis ketika sekelompok orang di ruang sidang berteriak.
“Para sandera masih di sana 600 hari kemudian,” merujuk pada krisis sandera di Gaza yang masih belum terselesaikan. Netanyahu menanggapi dengan nada tegas, “Datanglah ke sesi Knesset yang dihadiri 40 tanda tangan dan Anda dapat mendengar semuanya,” ujarnya, seperti dikutip dari Yedioth Ahronoth.
Sidang Korupsi yang Mengguncang Israel
Kasus ini bukanlah hal baru bagi Netanyahu, yang telah menjadi perdana menteri terlama dalam sejarah Israel. Ia menghadapi tiga dakwaan utama, yang dikenal sebagai Kasus 1000, 2000, dan 4000.
Dalam Kasus 1000, Netanyahu dituduh menerima hadiah mewah seperti cerutu, sampanye, dan perhiasan senilai ratusan ribu dolar dari miliarder seperti produser Hollywood Arnon Milchan dan pengusaha Australia James Packer. Hadiah ini diduga diberikan sebagai imbalan atas bantuan politik.
Sementara itu, Kasus 2000 dan 4000 menyoroti dugaan manipulasi media. Netanyahu dituduh bersekongkol dengan pemilik media untuk mendapatkan liputan positif, termasuk melalui promosi undang-undang yang menguntungkan pihak tertentu, seperti dalam kasus raksasa telekomunikasi Bezeq. Tuduhan ini membuatnya menjadi perdana menteri Israel pertama yang diadili saat masih menjabat, sebuah momen bersejarah yang memecah belah publik Israel.
Ketegangan di Dalam dan Luar Ruang Sidang
Sidang ini berlangsung di tengah situasi politik yang rumit. Di luar pengadilan, demonstrasi pro dan kontra Netanyahu terus berlangsung, mencerminkan polarisasi yang mendalam di masyarakat Israel. Beberapa pendukungnya menyebut kasus ini sebagai “perburuan politik” oleh pihak lawan, sementara pengkritik menilai sidang ini sebagai langkah penting untuk menegakkan supremasi hukum.
Di tengah sidang, Netanyahu sempat menerima pesan mendesak terkait serangan di Bandara Sana’a, Yaman, yang menambah ketegangan suasana. Menurut Yedioth Ahronoth, sebuah amplop diserahkan kepadanya beberapa menit setelah ia memasuki ruang sidang, menunjukkan betapa sibuknya ia menjalani peran sebagai pemimpin negara di tengah tekanan hukum.
Netanyahu secara konsisten membantah semua tuduhan, menyebutnya sebagai “kebohongan total” dan upaya untuk menjatuhkannya dari kekuasaan. Dalam sidang sebelumnya, ia bahkan sempat meluapkan kemarahan dengan menggedor meja dan menuduh jaksa penuntut “menyiksanya dengan kejam.” Sikap ini memperlihatkan ketegangan emosional yang dialaminya selama proses hukum yang telah berlangsung sejak 2020.
Proses hukum ini diperkirakan masih akan berlangsung lama, dengan potensi banding yang bisa memperpanjang waktu hingga bertahun-tahun. Sementara itu, tekanan politik terhadap Netanyahu kian meningkat, terutama setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang memicu perang di Gaza dan menambah sorotan terhadap kepemimpinannya.
Sidang korupsi Netanyahu bukan hanya soal hukum, tetapi juga cerminan dari dinamika politik Israel yang kompleks. Dengan tuduhan yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan manipulasi media, kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas kepemimpinan di tengah krisis regional yang berkepanjangan. Publik dunia pun terus memantau, karena hasil sidang ini bisa mengubah lanskap politik Israel di masa depan.