JAKARTA – Polri resmi mengumumkan perkembangan penegakan hukum pasca gelombang kerusuhan yang berlangsung pada 25–31 Agustus 2025.
Dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim, Rabu (24/9/2025), Kabareskrim Polri Komjen Pol. Drs. Syahardiantono, M.Si., menegaskan proses hukum ditujukan murni kepada pelaku kerusuhan, bukan kepada masyarakat yang menyampaikan aspirasi secara damai.
“Total ada 246 laporan polisi dengan 959 tersangka. Dari jumlah tersebut, 664 orang dewasa dan 295 anak-anak.”
“Penegakan hukum ini murni kepada pelaku kerusuhan, bukan kepada masyarakat yang menyampaikan pendapat secara damai,” tegas Komjen Syahardiantono.
Data yang dirilis Polri menunjukkan penindakan dilakukan di 15 Polda serta satu direktorat Bareskrim.
Rinciannya, Polda Metro Jaya menetapkan 232 tersangka, Polda Jawa Timur 326 tersangka, Polda Jawa Tengah 136 tersangka, dan Polda Sulawesi Selatan 57 tersangka.
Beberapa kasus menonjol yang diusut mencakup penjarahan rumah tokoh publik di Jakarta, pembakaran Gedung Negara Grahadi Surabaya, serta perusakan kantor DPRD di Jawa Barat, Blitar, dan Makassar.
Barang bukti yang berhasil diamankan berupa bom molotov, senjata tajam, batu, poster provokatif, hingga akun media sosial yang dipakai untuk menyebarkan ajakan anarkis.
“Modus operandi yang ditemukan adalah provokasi di media sosial, penyebaran video anarkis, hingga penggunaan senjata tajam dan bom molotov,” jelas Syahardiantono.
Fokus pada Keterlibatan Anak
Keterlibatan 295 anak dalam kerusuhan menjadi perhatian serius aparat.
Dari jumlah itu, 68 anak menjalani diversi, 56 sudah masuk tahap II, 6 berkas dinyatakan P21, dan 190 lainnya masih dalam proses penyidikan.
Ketua KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah, menegaskan bahwa pendekatan perlindungan anak tetap diutamakan.
“Anak memiliki hak menyuarakan pendapat, tetapi tetap dalam koridor hukum.”
“Banyak dari mereka ikut karena solidaritas, ajakan senior, hingga provokasi media sosial. Hak pendidikan anak tetap harus dijamin meski sedang berhadapan dengan hukum,” ujar Margaret.
Senada dengan itu, Anggota Kompolnas Ida Oetari menambahkan pihaknya memastikan prinsip perlindungan anak dijalankan oleh kepolisian di berbagai daerah.
“Kami melihat sebagian besar polda sudah memperhatikan prinsip perlindungan anak, ada yang tidak ditahan dan ada yang ditahan sesuai sifat perbuatannya. Kompolnas akan terus melakukan pengawasan hingga tuntas,” ucapnya.
Dugaan Aktor Intelektual dan Aliran Dana
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, menyebut penyidik masih mendalami kemungkinan adanya aktor intelektual maupun pendana di balik kerusuhan.
“Ada indikasi aliran dana, dan saat ini kami berkoordinasi dengan PPATK. Dari 959 tersangka, hanya 583 yang ditahan, sisanya ditangani dengan pendekatan lain seperti diversi dan restorative justice,” jelasnya.
Sementara itu, Karo Penmas Divhumas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, menegaskan Polri tetap menjunjung tinggi kebebasan berpendapat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998.
“Polri mengapresiasi masyarakat yang menyampaikan pendapat secara tertib dan damai. Namun, kami mengimbau agar kebebasan itu tidak disalahgunakan dengan tindakan anarkis,” tutup Trunoyudo.***




