JAKARTA – Dunia dakwah Indonesia berduka atas wafatnya Ustaz Yahya Waloni, sosok pendakwah mualaf yang kerap menjadi sorotan publik karena gaya ceramahnya yang blak-blakan dan kontroversial.
Ustaz Yahya meninggal dunia saat menyampaikan khotbah Jumat di Masjid Darul Falah, Makassar, Sulawesi Selatan, pada 6 Juni 2025.
Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 12.30 WITA dan sempat mengejutkan para jamaah yang hadir.
Menurut keterangan saksi, Ustaz Yahya tiba-tiba terduduk lemas di atas mimbar dan kehilangan kesadaran di tengah khutbah.
Sejumlah jamaah langsung memberikan pertolongan pertama dan membawanya ke Rumah Sakit Umum Bahagia.
Namun, upaya medis tidak berhasil menyelamatkan nyawanya. Ia dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit, meninggalkan kesedihan mendalam bagi keluarga dan para pengikutnya.
Sosok Ustaz Yahya Waloni dikenal luas di kalangan umat Muslim Indonesia.
Ia kerap mengisi ceramah-ceramah bernada keras, terutama terkait isu misionaris dan kristenisasi.
Namun, di balik kontroversinya, perjalanan hidup dan transformasi keyakinannya menjadi bagian dari narasi dakwah yang unik dan menarik perhatian publik.
Latar Belakang dan Awal Kehidupan
Muhammad Yahya Waloni, nama yang digunakan setelah masuk Islam, lahir dengan nama Yahya Yopie Waloni di Manado, Sulawesi Utara, pada 30 November 1970.
Ia tumbuh dalam keluarga Kristen yang taat dari etnis Minahasa.
Sebelum menjadi pendakwah Islam, Yahya Waloni memiliki latar belakang pendidikan teologi yang kuat dan pernah menyandang status sebagai pendeta di Badan Pengelola Am Sinode GKI Tanah Papua.
Mualaf dan Perubahan Identitas
Perjalanan spiritual Yahya Waloni berujung pada keputusan besar dalam hidupnya: memeluk Islam pada Rabu, 11 Oktober 2006, pukul 12.00 WITA, dibimbing oleh Komarudin Sofa, Sekretaris PCNU Tolitoli.
Setelah resmi masuk Islam, ia mengganti nama dan identitas keluarganya. Nama istrinya, Lusiana, berubah menjadi Mutmainnah.
Anak-anaknya juga turut mengganti nama, kecuali putranya yang tetap menggunakan nama Zakaria.
Jejak Karier dan Aktivitas Dakwah
Sebelum dikenal sebagai dai, Yahya Waloni pernah menjabat sebagai Ketua STT Calvinis Ebenhaezer di Sorong dari tahun 1997 hingga 2004, dan juga sempat menjadi dosen di Universitas Balikpapan (Uniba).
Bahkan ia pernah terjun ke dunia politik sebagai anggota DPRD di salah satu kabupaten di Sulawesi Utara. Setelah menjadi mualaf, ia mulai aktif berdakwah di berbagai daerah di Indonesia.
Perjalanan karier Ustaz Yahya Waloni:
- Pernah menjabat anggota DPRD di salah satu kabupaten baru di Sulawesi Utara
- Dosen di Universitas Balikpapan (Uniba) sampai tahun 2006
- Ketua Sekolah Tinggi Theologia Calvinis di Sorong tahun 2000-2004.
- Pendeta dengan status sebagai pelayan umum dan terdaftar pada Badan Pengelola Am Sinode GKI di Tanah Papua, Wilayah VI Sorong-Kaimana.
Gaya Ceramah dan Respons Publik
Ceramah-ceramah Yahya Waloni kerap memicu reaksi beragam.
Ia dikenal dengan gaya penyampaian yang keras dan terbuka, seringkali menyinggung isu-isu sensitif yang menyulut perdebatan di ruang publik.
Kendati demikian, ia memiliki basis pendengar yang loyal dan aktif mengikuti materi-materi dakwahnya di berbagai platform, termasuk media sosial dan forum keislaman.
Kasus Hukum dan Permintaan Maaf
Pada awal 2022, Yahya Waloni sempat berurusan dengan hukum karena kasus ujaran kebencian bermuatan SARA.
Ia dijatuhi hukuman lima bulan penjara dan denda Rp 50 juta. Seusai menjalani hukuman, ia menyampaikan permohonan maaf kepada publik, khususnya umat Kristen, dan menyatakan penyesalan atas ucapannya di masa lalu.
“Saya memohon maaf kepada seluruh umat Kristiani atas ucapan saya yang menyinggung perasaan. Saya menyesal dan akan lebih berhati-hati ke depannya,” ujar Yahya Waloni saat bebas dari tahanan.
Warisan dan Pengaruh
Meski sering menuai pro dan kontra, Ustaz Yahya Waloni tetap menjadi tokoh yang berpengaruh dalam dunia dakwah, khususnya bagi komunitas mualaf.
Kehidupan pribadinya yang penuh liku, peralihan keyakinan, hingga konsistensinya dalam berdakwah, menjadi inspirasi bagi sebagian kalangan Muslim Indonesia.***