JAKARTA – Keputusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang memperberat hukuman Harvey Moeis, terdakwa dalam kasus korupsi timah, memicu reaksi keras dari Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo. Sebelumnya, pada putusan tingkat pertama, Harvey dijatuhi hukuman penjara 6,5 tahun. Namun, setelah proses banding, hukumannya diperberat menjadi 20 tahun penjara.
Rudianto mengutip prinsip hukum Res judicata pro veritate habetur, yang menggarisbawahi bahwa keputusan hakim yang sudah sah harus dihormati, kecuali ada putusan lebih tinggi yang membatalkannya. Ia menekankan bahwa keputusan banding yang memperberat hukuman Harvey ini harus dihormati dan diakui sebagai bagian dari proses hukum yang sah.
“Artinya kita menghormati apa yang menjadi keputusan hakim pada tingkat banding yang menangani kasus Harvey Moeis yang mengoreksi, yang mengkoreksi putusan tingkat pertama PN Jakarta Pusat,” jelas Rudianto kepada wartawan pada Kamis, 13 Februari 2025.
Hukuman Lebih Berat, Kejaksaan Ditegur
Namun, Rudianto menilai putusan banding ini juga membawa pesan penting bagi kejaksaan. Menurutnya, keputusan memperberat hukuman ini bisa menjadi tamparan bagi lembaga kejaksaan.
“Ini tamparan bagi kejaksaan, karena hukuman yang dijatuhkan lebih tinggi daripada tuntutan mereka,”ujarnya.
Sebagai informasi, sebelum putusan banding, jaksa hanya menuntut Harvey dengan hukuman 12 tahun penjara.
Menurut Rudianto, hal ini menjadi tanda bahwa tuntutan jaksa perlu dievaluasi lebih dalam agar lebih mencerminkan upaya pemberantasan korupsi yang serius.
Koreksi Hakim, Rasa Keadilan Masyarakat
Lebih lanjut, Rudianto melihat keputusan pengadilan banding ini sebagai koreksi terhadap keputusan hakim tingkat pertama.
“Dengan vonis 20 tahun penjara ini, masyarakat akan merasa masih ada rasa keadilan,” tambahnya.
Ia menilai bahwa ada hakim yang progresif di Pengadilan Tinggi Jakarta yang telah menjatuhkan putusan lebih tegas.
Dalam kesempatan yang sama, Rudianto juga menyentil ketimpangan penegakan hukum di Indonesia. Dia mengingatkan perbandingan tajam antara penanganan kasus korupsi dan kasus pencurian kecil yang sering kali menjadi bahan sindiran dari masyarakat.
“Ini sindiran keras dari masyarakat yang mencari keadilan,” pungkasnya.
Pengadilan Tinggi Jakarta Perberat Hukuman dan Denda
Keputusan majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta ini jelas memperberat nasib Harvey Moeis. Vonisnya yang semula 6,5 tahun di tingkat pertama kini meningkat menjadi 20 tahun penjara. Tak hanya itu, denda yang harus dibayar oleh suami artis Sandra Dewi itu juga naik dua kali lipat, dari Rp210 miliar menjadi Rp420 miliar.
Harvey Moeis terbukti bersalah dalam kasus korupsi terkait pengelolaan tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk dari tahun 2015 hingga 2022. Selain itu, ia juga dihukum atas dakwaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hakim menjatuhkan hukuman penjara selama 20 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar dengan ancaman pidana tambahan 8 bulan kurungan jika tidak membayar denda tersebut.
Dasar Hukum Putusan
Vonis tersebut didasarkan pada Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Keputusan pengadilan yang memperberat hukuman Harvey Moeis ini menyiratkan pesan tegas tentang pemberantasan korupsi di Indonesia, sekaligus menjadi kritik terhadap kinerja kejaksaan dalam menangani kasus-kasus besar. Kini, masyarakat menantikan apakah keputusan ini akan menjadi momentum perubahan dalam penegakan hukum yang lebih adil dan efektif.