JAKARTA — Pemerintah Indonesia mencetak sejarah baru dalam manajemen pangan nasional, stok beras dan pengendalian inflasi.
Melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas), tercatat bahwa Cadangan Beras Pemerintah (CBP) kini berada pada level tertinggi sepanjang sejarah, yaitu 3,1 juta ton.
Lebih dari sekadar angka, pencapaian ini berimplikasi langsung pada stabilitas ekonomi nasional, dengan inflasi tahunan berhasil ditekan hingga 1,57 persen, terendah sejak 1958.
Pencapaian tersebut diungkapkan Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dalam pernyataan resmi di Jakarta pada Selasa (29/4/2025).
Momen itu juga disaksikan oleh Menteri Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang, Taku Eto, dalam kunjungannya ke Indonesia.
“Inflasi Indonesia itu dari tahun 1958 sampai dengan hari ini adalah inflasi yang terbaik hanya 1,54 persen. Kemudian stok Bulog juga yang terbaik 3,1 juta ton,” ujar Arief.
Faktor Utama
Stabilnya angka inflasi tidak muncul begitu saja. Menurut Arief, keberhasilan ini merupakan hasil kerja terintegrasi antar pihak.
Diantaranya pemerintah pusat, Bulog, petani lokal, dan kementerian terkait dalam mengamankan pasokan, mengendalikan harga, dan menjamin akses pangan di seluruh pelosok tanah air.
Arief juga menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto memberi perhatian serius terhadap sektor pertanian, khususnya dalam perlindungan harga gabah dan peningkatan produktivitas nasional.
Pemerintah tetap mempertahankan harga gabah petani di kisaran Rp6.500/kg, meskipun harga beras di negara-negara tetangga menunjukkan tren kenaikan tajam.
Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa petani tetap sejahtera, sambil menjaga agar konsumen tetap memperoleh beras dengan harga yang wajar.
Proyeksi dan Ancaman
Dalam pemaparan lebih lanjut, Arief mengingatkan pentingnya menjaga konsistensi luas tanam nasional yang saat ini mencapai 6,61 juta hektare.
Ia menyebut bahwa kebutuhan konsumsi beras nasional berada di kisaran 2,5 hingga 2,6 juta ton per bulan, sehingga penurunan luas tanam bisa berdampak serius terhadap suplai pangan ke depan.
“Jika luas tanam menyusut, produksi bisa turun dari kebutuhan bulanan. Kebutuhan nasional saat ini sekitar 2,5 sampai 2,6 juta ton per bulan,” tegasnya.
Kabar baiknya, Indonesia diproyeksikan surplus 1,68 juta ton beras hingga Mei 2025, berkat penguatan program tanam dan panen serempak di beberapa wilayah strategis.
Namun, Arief tetap mengingatkan bahwa tantangan jangka panjang harus diantisipasi sejak dini, termasuk dampak perubahan iklim, fluktuasi harga pupuk, dan gangguan distribusi akibat gejolak geopolitik global.
Pilar Ketahanan Pangan
Bapanas menggarisbawahi bahwa ketahanan pangan bukan hanya soal jumlah, tetapi juga tentang distribusi yang adil dan harga yang dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Oleh karena itu, pemerintah menekankan strategi tiga pilar: ketersediaan pangan yang cukup, keterjangkauan harga di seluruh pasar, dan aksesibilitas yang merata hingga ke daerah terpencil.
Langkah strategis ini dirancang untuk menciptakan kemandirian pangan yang berdaulat, di mana Indonesia tak hanya tahan terhadap krisis, tetapi juga berdaulat secara logistik dan ekonomi.***