JAKARTA — Pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) terus berlanjut di DPR RI.
Komisi III dijadwalkan kembali memanggil Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) serta sejumlah organisasi advokat pada Senin, 21 Juli 2025, guna menggali berbagai pandangan terkait rancangan regulasi tersebut.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyampaikan bahwa langkah ini dilakukan untuk menampung suara dari berbagai kalangan masyarakat.
YLBHI diketahui meminta pembahasan RUU KUHAP dihentikan, sementara beberapa organisasi advokat justru mendorong prosesnya tetap berjalan.
“Mulai Senin 21 Juli 2025, Komisi III DPR RI akan mengundang kembali YLBHI sebagai elemen masyarakat yang meminta penghentian pembahasan RUU KUHAP. Dan organisasi advokat yang mengusulkan terus dibahasnya RUU KUHAP,” kata Habiburokhman dalam keterangannya, Minggu (20/7/2025).
Komisi III juga membuka ruang seluas-luasnya bagi kelompok masyarakat lain untuk terlibat secara aktif dalam proses ini.
Masyarakat diimbau untuk menyampaikan pandangan melalui forum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), agar masukannya bisa dipertimbangkan secara resmi dalam naskah perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Menurut Habiburokhman, penyampaian aspirasi secara langsung lewat RDPU dinilai lebih konstruktif daripada aksi unjuk rasa yang hanya menimbulkan polarisasi tanpa ruang diskusi substansial.
“Daripada hanya melakukan aksi demo. Akan lebih baik jika mereka masuk agar aspirasi mereka lebih mudah diserap oleh seluruh fraksi,” ujarnya.
Ia menambahkan, sebagai representasi rakyat, Komisi III DPR RI memiliki kewajiban untuk mendengar, melindungi, dan menampung seluruh suara masyarakat tanpa terkecuali.
“Aspirasi mereka harus didengar, dipertimbangkan. Dan sebisa mungkin diakomodasi,” katanya.
Komisi III memastikan proses RDPU akan terus berjalan beriringan dengan kelanjutan pembahasan RUU KUHAP di masa sidang mendatang.
Keputusan ini menegaskan komitmen DPR RI untuk menyusun regulasi hukum acara pidana yang partisipatif, akuntabel, dan sejalan dengan semangat reformasi hukum nasional.***




