BANGKOK, Thailand – Seorang akademisi ternama asal Amerika Serikat, Paul Chambers, harus berhadapan dengan hukum karena diduga melanggar undang-undang lese majeste (penghinaan terhadap raja).
Thailand dikenal sebagai negara yang sangat menjunjung tinggi martabat raja mereka. Kritik atau penghinaan terhadap monarki bisa berujung pada hukuman berat, termasuk penjara.
Kasus Langka: Warga Asing Dituduh Hina Raja Thailand
Paul Chambers yang merupakan dosen di Universitas Naresuan, Thailand, dituduh melakukan pelanggaran Pasal 112 KUHP Thailand terkait pencemaran nama baik kerajaan.
Tuduhan ini muncul setelah dia memberikan pernyataan dalam sebuah webinar tahun 2024 yang membahas hubungan militer dan monarki Thailand.
Polisi Kerajaan Thailand menyatakan bahwa Chambers diduga “menghindar atau menunjukkan kebencian terhadap raja, ratu, pewaris takhta, atau wali kerajaan.” Selain itu, dia juga dituduh “menyebarkan data palsu yang bisa mengancam keamanan nasional.”
“Saya Merasa Terintimidasi, Tapi Dapat Dukungan”
Chambers mengaku terkejut dengan tuntutan ini. “Saya yakin saya orang non-Thailand pertama dalam beberapa tahun terakhir yang menghadapi tuduhan ini,” ujarnya.
Meski merasa terintimidasi, dia mengaku mendapat dukungan dari rekan-rekan di universitas dan Kedutaan AS.
Hukuman Keras bagi Pengkritik Monarki
Di Thailand, penghinaan terhadap raja adalah tindakan kriminal serius. Pasal 112 UU Pencemaran Nama Baik Kerajaan mengancam hukuman hingga 15 tahun penjara. Para pengamat menilai aturan ini sering digunakan untuk membungkam kritik dan perbedaan pendapat di negara tersebut.
Kasus Chambers menjadi sorotan karena melibatkan warga asing, menunjukkan betapa ketatnya Thailand dalam menjaga wibawa monarki.