JABAR – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (Kang Demul) mengatakanbahwa pria yang ingin menerima bantuan sosial (bansos) dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat harus mengikuti program Keluarga Berencana (KB) melalui vasektomi. Kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan angka kelahiran dan memutus rantai kemiskinan.
Vasektomi untuk Kesejahteraan Keluarga
Dedi menjelaskan, kebijakan ini dirancang untuk memastikan bansos tersalurkan secara adil dan tidak terpusat pada keluarga yang terus bertambah anggotanya.
“Maka saya harapkan suaminya ikut program KB, khususnya vasektomi, sebagai bentuk tanggung jawab terhadap diri dan keluarganya,” ujarnya.
Ia menyoroti fenomena keluarga prasejahtera yang memiliki banyak anak, namun kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.
Selain itu, Dedi juga menawarkan insentif menarik: pria yang bersedia menjalani vasektomi akan menerima uang tunai sebesar Rp500.000. Program ini sudah mulai dijalankan di Bandung, dengan rencana pelaksanaan rutin setiap hari Rabu. “Kemarin di Bandung sudah, nanti tiap Rabu ada kegiatan vasektomi dan yang divasektomi dikasih insentif Rp500 ribu oleh gubernur,” ungkapnya.
Mengurangi Beban Perempuan dalam KB
Kebijakan ini juga menekankan peran pria dalam pengendalian kelahiran, yang selama ini lebih banyak dibebankan kepada perempuan. Dedi menilai, pria perlu bertanggung jawab dalam merencanakan jumlah anak agar kesejahteraan keluarga terjamin. “Jangan perempuan terus yang dibebani,” tegas mantan Bupati Purwakarta tersebut.
Berbagai jenis bansos, mulai dari bantuan biaya kelahiran, rumah sakit, listrik, pangan non-tunai, hingga beasiswa anak, akan mensyaratkan kepesertaan KB pria. Dedi bahkan mengintegrasikan data kependudukan dengan status kepesertaan KB untuk memverifikasi penerima bansos. “Jadi ketika nanti kami menurunkan bantuan, dicek dulu. Sudah ber-KB atau belum. Kalau belum, KB dulu, harus KB pria,” katanya.
Respon Publik dan Tantangan Kebijakan
Usulan ini langsung memicu beragam reaksi. Di media sosial, sebagian warganet memuji langkah Dedi sebagai terobosan untuk mengatasi kemiskinan struktural. Namun, tak sedikit yang mempertanyakan aspek etis dan dampak sosialnya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan mengingatkan bahwa vasektomi dihukumi haram kecuali memenuhi syarat tertentu, seperti tidak menyebabkan kemandulan permanen.
Meski kontroversial, Dedi yakin kebijakan ini akan membawa perubahan positif. Ia mencontohkan biaya kelahiran melalui operasi caesar yang mencapai Rp15–25 juta, yang menurutnya bisa dialihkan untuk kebutuhan lain, seperti membangun rumah sederhana. “Kalau tidak punya kemampuan untuk membiayai kelahiran, kehamilan, pendidikan, ya jangan dulu ingin menjadi orang tua,” tegasnya.
Langkah Menuju Desa Istimewa
Selain syarat bansos, Dedi juga memperkenalkan konsep “Desa Istimewa” sebagai bagian dari visi pembangunan Jawa Barat. Desa yang berhasil menerapkan program KB, pendidikan, kesehatan, dan pengelolaan lingkungan dengan baik akan mendapat hadiah pembangunan senilai Rp10 miliar.
“Desa yang berhasil adalah desa yang sukses dalam KB, pendidikan, kesehatan, tanpa stunting, dan pengelolaan sampah yang baik,” jelasnya.
Kebijakan ini kini menjadi sorotan nasional, dengan banyak pihak menantikan bagaimana implementasinya di lapangan. Akankah langkah radikal Dedi Mulyadi ini mampu mengubah paradigma kesejahteraan di Jawa Barat? Hanya waktu yang akan menjawab.