VATIKAN – Vatikan menentang kebijakan kontroversial Presiden Amerika Serikat, Donald Trump atas rencana yang akan memaksa warga Palestina untuk meninggalkan Gaza. Kritik ini disampaikan oleh Sekretaris Negara Vatikan, Kardinal Pietro Parolin, pada Kamis malam (13/2/2025)
Kardinal Pietro Parolin menegaskan bahwa warga Palestina memiliki hak untuk tetap tinggal di tanah mereka. “Jangan ada deportasi, dan ini adalah salah satu poin mendasar.” kata Kardinal Parolin
Ditambahkan, Kardinal Parolin bahwa setiap individu yang lahir dan tinggal di Gaza seharusnya tetap berada di wilayah tersebut, mengingat hak asasi manusia yang tak boleh diganggu gugat. Pernyataan ini kembali menegaskan posisi Vatikan yang mendukung hak-hak warga Palestina.
Kritik Vatikan ini menjadi yang kedua kalinya dalam seminggu terhadap kebijakan pemerintahan Trump. Sebelumnya, Paus Fransiskus pun menyampaikan kecaman dalam sebuah surat terbuka yang mengutuk tindakan keras AS terhadap imigran. Paus menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan martabat setiap individu.
Rencana Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza telah menuai kecaman luas dari berbagai belahan dunia. Negara-negara Arab mengekspresikan kemarahan mereka, sementara negara-negara Eropa menyampaikan keprihatinan mendalam mengenai proposal tersebut. Trump berencana untuk memindahkan warga Palestina secara permanen dan mengembangkan Gaza sebagai resor tepi laut yang akan dikelola di bawah kendali AS.
Pernyataan keras juga datang dari Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, yang pada Kamis (13/2/2025) menyebut kebijakan Trump tersebut sebagai ancaman besar bagi perdamaian dunia. Erdogan menegaskan pentingnya mempertahankan stabilitas dan martabat bangsa Palestina dalam menghadapi upaya pemindahan paksa tersebut.
Paus Fransiskus, dalam surat terbuka yang dirilis lebih awal pekan ini, juga mengkritik kebijakan Trump terhadap imigran, menyebutnya sebagai tindakan yang tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan. Paus sebelumnya menggambarkan rencana deportasi massal sebagai “aib” dan memperingatkan bahwa kebijakan yang dibangun atas dasar pemaksaan, bukan pada prinsip kesetaraan martabat manusia, pasti akan berakhir buruk.
Kecaman terhadap kebijakan ini semakin menunjukkan betapa besar dampak yang dapat ditimbulkan oleh kebijakan pemindahan paksa. Penentangan dari berbagai pihak, baik dari lembaga keagamaan, negara-negara besar, maupun pemimpin dunia, memperlihatkan betapa pentingnya isu ini dalam menjaga perdamaian dan menghormati hak asasi manusia secara global.