JAKARTA – Pada tanggal 2 April 2025, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan penerapan tarif impor baru yang disebut sebagai kebijakan tarif resiprokal.
Kebijakan ini menetapkan tarif dasar sebesar 10% untuk semua impor ke AS, dengan tarif yang lebih tinggi dikenakan pada negara-negara tertentu yang dianggap memiliki hambatan perdagangan tinggi terhadap produk AS.
Tarif dasar 10% mulai berlaku pada 5 April 2025, sementara tarif tambahan untuk negara-negara tertentu dijadwalkan mulai berlaku pada 9 April 2025.
Tarif tambahan yang lebih tinggi dikenakan pada sekitar 60 negara berdasarkan praktik perdagangan yang dianggap tidak adil oleh pemerintah AS.
Berikut adalah negara-negara yang secara eksplisit memberikan kecaman atau mengecam tarif baru Donald Trump:
1. Australia
Perdana Menteri Anthony Albanese menyatakan bahwa tarif Trump “tidak memiliki dasar logika” dan “bertentangan dengan dasar aliansi diplomatik antara Australia dan AS.” Ia menegaskan, “Ini bukan tindakan seorang teman,” menunjukkan ketidaksetujuan yang kuat terhadap kebijakan tersebut.
Meskipun mengecam, Australia tidak berencana membalas dengan tarif sendiri, menunjukkan pendekatan yang lebih diplomatis.
2. China
Kementerian Perdagangan China menyebut tarif “timbal balik” ini “melanggar aturan perdagangan internasional, melanggar hak dan kepentingan sah pihak lain, dan merupakan tindakan intimidasi sepihak.”
Juru bicara kementerian luar negeri menambahkan bahwa tarif ini “sangat melanggar aturan WTO” dan “melemahkan sistem perdagangan multilateral berbasis aturan.”
China dengan tegas menolak tarif tersebut dan berjanji akan mengambil tindakan balasan untuk melindungi kepentingannya. Mereka telah membalasnya dengan tarif baru 34% untuk produk AS mulai 10 April 2025
3. Uni Eropa (E.U.)
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyebut tarif universal Trump sebagai “pukulan besar bagi ekonomi dunia” dan memperingatkan bahwa “ekonomi global akan sangat menderita” serta “ketidakpastian akan melonjak dan memicu proteksionisme lebih lanjut.”
Ia menekankan konsekuensi buruk bagi jutaan orang. E.U. sedang mempersiapkan tindakan balasan sambil tetap membuka peluang negosiasi.
4. Fiji
Wakil Perdana Menteri Biman Prasad menyebut tarif tersebut “tidak proporsional” dan “tidak adil,” terutama karena Fiji dikenai tarif 32% berdasarkan angka yang dianggap tidak akurat oleh Gedung Putih (63% tarif pada barang AS).
Fiji menolak dasar tarif tersebut tetapi belum menyebutkan tindakan balasan spesifik.
5. Prancis
Juru bicara pemerintah Sophie Primas mengkritik Trump dengan mengatakan bahwa ia bertindak seolah-olah “penguasa dunia,” menunjukkan nada kecaman yang kuat terhadap sikap sepihak AS.
Prancis, sebagai bagian dari E.U., mendukung rencana tindakan balasan blok tersebut pada April.
6. Jerman
Kanselir Olaf Scholz menyebut tarif ini sebagai “serangan terhadap sistem perdagangan yang telah menciptakan kemakmuran di seluruh dunia.”
Menteri Ekonomi Robert Habeck menambahkan bahwa bagi konsumen AS, ini akan menjadi “Hari Inflasi, bukan Hari Pembebasan,” menyoroti dampak negatifnya.
Jerman, melalui E.U., siap menanggapi secara proporsional jika negosiasi gagal.
7. Italia
Perdana Menteri Giorgia Meloni menyatakan bahwa tarif akan “merugikan semua pihak,” mengindikasikan penolakan terhadap dampak negatif kebijakan tersebut.
Italia memilih jalur negosiasi untuk mencegah perang dagang.
8. Jepang
Menteri Perdagangan Yoji Muto menyebut langkah tarif ini “sangat disayangkan,” sementara Perdana Menteri Shigeru Ishiba mengatakan bahwa ia “sangat kecewa” karena tarif diberlakukan meskipun ada permintaan pengecualian dari Jepang.
Jepang sedang mempertimbangkan opsi terbaik dan bersedia bernegosiasi langsung dengan Trump.
9. Swedia
Perdana Menteri Ulf Kristersson menyatakan bahwa “kami tidak ingin hambatan perdagangan yang meningkat” dan “tidak ingin perang dagang,” menunjukkan penolakan terhadap kebijakan proteksionis Trump yang dianggap merugikan.
Sebagai bagian dari E.U., Swedia akan berupaya membalikkan kebijakan ini.
10. Swiss
Economiesuisse, federasi bisnis Swiss, menyebut tarif AS “berbahaya dan tidak berdasar,” sementara Presiden Karin Keller-Sutter menegaskan pentingnya perdagangan bebas sebagai nilai inti yang terganggu oleh tarif ini.
Swiss akan segera menentukan langkah selanjutnya melalui diplomasi ekonomi.
11. Taiwan
Kabinet Taiwan menyebut tarif 32% pada barang Taiwan “sangat tidak masuk akal” dan “sangat disayangkan,” menunjukkan ketidaksetujuan yang jelas.
Taiwan akan bernegosiasi dengan AS untuk melindungi kepentingan nasional dan industri.
Sorotan Utama
Negara-negara yang mengecam tarif Trump umumnya menyoroti beberapa poin utama:
- Ketidaksesuaian dengan Aturan Internasional: Banyak yang menyebut tarif ini melanggar aturan WTO dan sistem perdagangan global (contoh: China, E.U., Jerman).
- Dampak Negatif Ekonomi: Kecaman sering kali disertai peringatan tentang inflasi, gangguan rantai pasok, dan kerugian ekonomi global (contoh: E.U., Jerman, Swedia).
- Sikap Sepihak AS: Beberapa negara mengkritik AS karena bertindak tanpa konsultasi atau pertimbangan terhadap sekutu (contoh: Australia, Prancis, Jepang).
Meskipun mengecam, sebagian besar negara masih membuka peluang negosiasi untuk menghindari eskalasi lebih lanjut, sementara beberapa seperti China dan E.U. secara tegas menyiapkan tindakan balasan.
Hal ini menunjukkan kombinasi antara penolakan verbal dan strategi pragmatis dalam menghadapi kebijakan Trump.***