KUALA LUMPUR, MALAYSIA – Seorang perempuan Warga Negara Indonesia (WNI) bernama Susi Susanti dijatuhi hukuman penjara 28 bulan oleh pengadilan Malaysia karena menjalankan praktik perawatan gigi ilegal di sebuah spa di Puchong, Selangor.
Selain hukuman penjara, Susi juga didenda sebesar 25.000 ringgit (sekitar Rp97 juta) setelah mengaku bersalah atas tiga dakwaan pelanggaran hukum kesehatan Malaysia.
Kasus ini terungkap setelah penggerebekan yang dilakukan oleh Divisi Kesehatan Gigi Dinas Kesehatan Negara Bagian Selangor bersama Departemen Imigrasi Selangor pada 5 Agustus 2025, sekitar pukul 16.20 waktu setempat.
Petugas menemukan Susi melakukan praktik veneer gigi tanpa izin resmi dari Dewan Kedokteran Gigi Malaysia (MDC) di sebuah salon kecantikan di Taman Puchong Indah.
Hakim menjatuhkan denda 15.000 ringgit atau enam bulan penjara karena Susi mengoperasikan klinik gigi swasta yang tidak terdaftar di Kementerian Kesehatan. Selain itu, ia dihukum 18 bulan penjara karena melakukan perawatan gigi veneer tanpa izin dari MDC.
Hukuman tambahan berupa denda 10.000 ringgit atau empat bulan penjara diberikan karena penggunaan peralatan gigi yang menyesatkan publik, menciptakan persepsi bahwa Susi adalah praktisi gigi berkualifikasi, padahal ia tidak terdaftar.
Parahnya, Susi juga tidak memiliki dokumen identitas resmi selama menjalankan praktik ilegal tersebut, yang memperberat situasi hukumnya.
“Kasus ini menjadi peringatan keras bagi siapa saja yang mencoba menjalankan praktik kesehatan tanpa izin resmi,” ujar seorang pejabat Dinas Kesehatan Selangor kepada media setempat.
Praktik Ilegal di Sektor Kesehatan Meningkat di Malaysia
Kasus Susi bukanlah yang pertama di Malaysia. Praktik kesehatan ilegal, terutama di bidang kedokteran gigi, semakin marak di tengah tingginya permintaan layanan estetika gigi seperti veneer dan pemutihan.
Namun, tindakan tanpa izin ini membahayakan keselamatan pasien dan melanggar Undang-Undang Fasilitas dan Layanan Kesehatan Swasta 1998 serta Undang-Undang Kedokteran Gigi 2018.
Pihak berwenang Malaysia mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memilih layanan kesehatan, terutama di tempat-tempat non-medis seperti spa atau salon.
“Pastikan praktisi memiliki izin resmi dari MDC untuk menghindari risiko kesehatan dan hukum,” tambah pejabat tersebut.
Langkah Indonesia Tangani Kasus WNI di Luar Negeri
Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Johor Bahru menyatakan tengah berkoordinasi dengan otoritas Malaysia untuk memantau kasus ini.
Pihak KJRI juga terus mengadvokasi perlindungan hukum bagi WNI yang menghadapi masalah di luar negeri, termasuk memberikan bantuan hukum dan memfasilitasi pemulangan.
Kasus ini kembali menyoroti tantangan yang dihadapi pekerja migran Indonesia di Malaysia, termasuk risiko pelanggaran hukum akibat kurangnya dokumen resmi.
Data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat, pada 2024, terdapat 296.970 pekerja migran Indonesia di luar negeri, dengan sebagian besar berada di sektor informal yang rentan terhadap masalah hukum.
Pemerintah Indonesia terus mendorong edukasi publik untuk mencegah eksploitasi dan pelanggaran hukum oleh pekerja migran.
“Kami mengimbau WNI untuk mematuhi regulasi setempat dan memastikan dokumen keimigrasian lengkap sebelum bekerja di luar negeri,” ujar seorang perwakilan KJRI.
Kasus Susi Susanti menjadi pengingat penting akan pentingnya kepatuhan terhadap hukum setempat dan perlunya pengawasan ketat terhadap praktik kesehatan ilegal, baik bagi masyarakat maupun pekerja migran.