JAKARTA – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memperkuat sinergi lintas sektor guna mempercepat pembersihan material kayu yang terbawa banjir di sejumlah wilayah terdampak, meliputi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Upaya ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas arahan Menteri Kehutanan dalam penanganan dampak bencana banjir secara terpadu.
Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki memimpin Rapat Koordinasi Pembersihan Material Kayu Terbawa Banjir yang digelar secara daring, Minggu (21/12/2025), saat melakukan kunjungan ke lokasi banjir di Aceh Tamiang.
“Sesuai arahan dari Menhut, pagi hari ini kita mengadakan rapat terkait pembersihan material kayu terbawa banjir,” ujar Wakil Menteri Kehutanan saat membuka rapat.
Dalam rapat tersebut, Wamenhut menekankan pentingnya evaluasi progres pembersihan di beberapa titik utama, yakni Padang (Sumatera Barat), Aceh Tamiang dan Aceh Utara (Aceh), serta Tapanuli Selatan (Sumatera Utara). Ia juga mendorong percepatan pelaksanaan di lapangan agar penanganan berjalan efektif dan tepat waktu.
“Harapannya yang lokasi di Padang bisa jadi quick win dari pembersihan ini,” tambahnya.
Rapat koordinasi ini diikuti oleh perwakilan pemerintah daerah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta didukung unsur TNI dan Polri. Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan menyampaikan bahwa koordinasi lintas instansi terus diperkuat, terutama terkait kebutuhan tambahan alat berat di wilayah terdampak banjir.
Di Sumatera Barat, proses pembersihan material kayu di kawasan pesisir Padang telah dimulai sejak pagi hari. Delapan unit alat berat dikerahkan dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat. Pembersihan diproyeksikan rampung dalam waktu 4–5 hari ke depan, meskipun ketebalan tumpukan kayu di area pantai cukup tinggi.
Menanggapi perkembangan tersebut, Wakil Menteri Kehutanan menyampaikan apresiasi sekaligus arahan teknis kepada tim di lapangan. “Ada 8 excavator yang sudah turun, silakan diatur di mana yang perlu menggunakan tenaga excavator terutama yang kayu-kayu berukuran besar, terima kasih juga kepada masyarakat yang sudah terlibat dalam pembersihan,” ujarnya.
Ia juga menginstruksikan agar material kayu hasil pembersihan dapat dimanfaatkan secara optimal. “Silakan diatur dan alokasikan kayu-kayu yang dibersihkan ini, mana yang buat dibuang ke TPA mana yang bisa digunakan untuk membantu pembangunan hunian sementara bagi para korban banjir,” ujar Wamenhut.
Sementara di Aceh Tamiang, pembersihan difokuskan di kawasan Pesantren Darul Muchsin. Berdasarkan hasil pemantauan menggunakan drone, tumpukan kayu mencapai luas sekitar dua hektare dengan ketinggian hingga empat meter dan volume diperkirakan mencapai 80 ribu meter kubik. Delapan unit excavator direncanakan beroperasi dengan estimasi waktu pengerjaan sekitar tujuh hari. Polri turut memberikan dukungan personel dengan mengerahkan satu kompi Brimob.
Menanggapi kondisi tersebut, Wakil Menteri Kehutanan memastikan koordinasi dengan pemerintah kabupaten akan diperkuat, khususnya terkait pemanfaatan kayu terbawa banjir untuk mendukung proses pemulihan pascabencana, termasuk penanganan material yang tidak lagi layak digunakan.
Di Sumatera Utara, pembersihan material kayu di Sungai Garoga telah berlangsung hampir 20 hari dan menyisakan kurang dari 20 persen dari total tumpukan awal. Namun, keterbatasan akses menuju lokasi menjadi tantangan tersendiri dalam mendatangkan alat berat. Tim gabungan Kementerian Kehutanan, TNI, dan Polri terus dikerahkan untuk normalisasi sungai, pembangunan jembatan darurat, serta pembersihan rumah warga dan fasilitas umum.
Terkait potensi ancaman kayu di hulu Sungai Garoga, Wakil Menteri Kehutanan menegaskan langkah antisipasi lanjutan. “Prinsipnya kita dukung penuh, dan terkait kayu yang masih ada di hulu Sungai Garoga, saya minta UPT terbangkan drone untuk melihat itu, cari kemungkinan akses untuk menjangkau itu, kayu-kayu itu harus dicacah untuk mengurangi potensi terjangan kayu terbawa air sungai jika curah hujan kembali meningkat,” tegasnya.
Ia menambahkan tiga fokus utama penanganan di Garoga, yakni pembersihan di wilayah hilir, pemantauan titik rawan longsor di hulu, serta penguatan sistem peringatan dini kepada masyarakat guna mengantisipasi banjir susulan.
Adapun di Aceh Utara, tiga unit alat berat telah dikerahkan dan berhasil membersihkan area masjid utama sehingga dapat kembali digunakan oleh masyarakat. Untuk mempercepat proses, Wakil Menteri Kehutanan memastikan penambahan armada alat berat. “Dioptimalkan dan kita akan tambahkan alat berat menjadi 7 unit segera,” ujarnya.
Menutup rapat koordinasi, Wakil Menteri Kehutanan menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang terlibat dalam upaya pembersihan material kayu pascabanjir. “Terima kasih atas kerja kerasnya rekan semua, semoga upaya kita dalam pembersihan ini bisa berjalan lancar dan sukses,” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa pemerintah telah membuka ruang pemanfaatan material kayu terbawa banjir untuk mendukung pembangunan pascabencana, sebagai bagian dari strategi pemulihan yang terintegrasi dan berkelanjutan.