JAKARTA – Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) menyambut baik gagasan Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa terkait rencana akan menampung anak yatim Palestina akibat konflik di Gaza. PP Persis menyiapkan pesantren untuk menampung anak-anak yatim dari Palestina.
Ketua Umum PP Persis, Ustadz Jeje Zaenudin mengatakan anak-anak tersebut nantinya akan diberikan trauma healing dan diberi kesempatan belajar di sekolah-sekolah atau pesantren-pesantren di Indonesia.
“Tentu saja ini suatu rencana yang patut diapresiasi walaupun mungkin masih ada pro-kontra, polemik, dan berbagai macam pandangan. Saya kira itu hal biasa dalam sebuah kebijakan publik, karena memang banyak ide dan gagasan dari berbagai kalangan masyarakat,” katanya melalui keterangan tertulis. Senin (24/6/2024).
Jeje menambahkan untuk mengevakuasi warga Palestina yang menjadi korban akibat konflik tidaklah mudah. “Namun kita juga harus memahami situasi sulit yang dialami pemerintah Palestina dalam menangani anak-anak yang menjadi korban perang. Dan juga kesulitan dari negara-negara muslim untuk membantu warga Palestina, wabil khusus warga sipil,” tambahnya.
Jeje melanjutkan, negeri-negeri muslim yang berdekatan dengan Palestina memang sudah sejak lama menampung para pengungsi korban perang dari Palestina, seperti di Yordania yang menampung puluhan ribu pengungsi dari Palestina ataupun pengungsi dari korban perang Suriah. Demikian pula di Mesir, Lebanon, dan Negara Arab sekitarnya.
“Nah tentu saja, mereka mudah melakukan karena di negara perbatasan, tentu lain halnya dengan Indonesia yang cukup jauh disamping juga memiliki tradisi yang sangat berbeda,” lanjutnya
Selain itu, banyak yang keberatan dengan ide dan gagasan keinginan pemerintah membawa anak-anak Palestina untuk belajar di Indonesia. Di antara alasan penolakan berbagai kalangan karena di Indonesia juga masih banyak anak-anak yang terlantar, kurang gizi, tidak mampu sekolah, drop out dari sekolah, yang dengan berbagai alasan mereka hidupnya sangat miskin dan tidak bisa sekolah.
“Saya kira kewajiban menolong semua anak-anak, baik di dalam negeri sendiri maupun di luar itu kewajiban kita bersama. Memang sebagai sebuah bangsa kita wajib mendahulukan kepentingan dan penanganan anak-anak dari dalam negeri sendiri,” tuturnya.
“Dan harus kita ingat, selama ini memang sekolah (terutama sekolah-sekolah swasta), sekolah-sekolah pesantren yang dikelola oleh ormas memang sejak zaman dahulu itu telah membantu masyarakat yang tidak mampu ditampung di sekolah-sekolah, di pesantren-pesantren, di rumah-rumah tahfidz, dengan cara mereka disekolahkan, digratiskan, dibeasiswakan atau diberikan kemudahan pembiayaan dengan sukarela dari pesantren,” imbuhnya.
Bahkan, Jeje mengungkapkan banyak sekali dari kalangan anak yatim, du’afa yang ditampung di pesantren-pesantren tanpa dipungut biaya apapun. Ini juga wujud daripada kepedulian dan tanggung jawab dari organisasi kemasyarakatan terhadap nasib putra-putri dari bangsa sendiri, artinya itupun tidak dilupakan dan tidak boleh diabaikan.
“Namun bukan berarti bahwa kita juga tidak perlu peduli terhadap penderitaan dan anak-anak korban perang dari Palestina. Dan harus di ingat bahwa untuk menangani korban perang anak-anak Palestina tentu saja itu tidak untuk selamanya, ini kan situasi darurat, situasi genting yang memungkinkan untuk diambil tindakan penyelamatan, tindakan menolong, membantu secepatnya,” ujarnya.
Adapun tindakan yang sedang terus dilakukan juga dalam tataran global, tataran internasional, seperti bagaimana mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Organisasi Kerjasama Islam (OKI), dan dunia internasional terutama negara-negara besar adidaya agar serius menekan Israel, menghentikan Israel dari serangannya terhadap Palestina, dan agar mereka mau melakukan perdamaian dan genjatan senjata yang abadi. Tentu para pemimpin dunia telah mengupayakan itu.
Tetapi kebutuhan mendesak dan darurat saat ini bagaimana menyelamatkan korban perang dari masyarakat sipil yang mereka ini terluka, membutuhkan pengobatan secepatnya, anak-anak yang terlantar tidak bisa sekolah, tidak memiliki tempat tinggal, dan yang trauma. Ini juga membutuhkan pengobatan dan penanganan secepatnya.
“Karena mereka juga tidak mungkin mau jadi warga negara dan bangsa Indonesia. Mereka wajib dikembalikan ke kampung halamannya, ke negara asalnya untuk kemudian mereka membangun dan mempertahankan, membela negaranya sendiri. Tentu saja itu semuanya sudah dipahami oleh para pemimpin-pemimpin dunia Islam dan para aktivis pembela Palestina dimanapun berada, termasuk di Indonesia,” jelasnya.
Jeje menekankan, rencana atau wacana menolong dan menampung anak-anak Palestina yang menjadi korban perang adalah sebuah program yang memungkinkan untuk dilakukan secepatnya, jika itupun telah disepakati bersama antar pemerintah Indonesia dengan otoritas Palestina. Sebab berbagai upaya telah dilakukan untuk memberikan pertolongan darurat terhadap nasib dan rakyat anak-anak Palestina.
“Tetapi kondisi perang yang berkecamuk ini berat sekali melakukan pembelaan dan pertolongan kemanusiaan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa mereka. Maka, upaya yang paling dekat dan paling cepat bisa dilakukan mengeluarkan mereka, karena sudah tidak tertampung umpamanya di negara-negara muslim yang berbatasan,” ujar dia.
“Nah maka tidak ada salahnya Indonesia menawarkan itu kalau bisa diterima dan disepakati kedua belah pihak. Dan sekali lagi, itu bukan untuk selamanya, ini adalah penangan darurat sampai mereka selesai perang dan pembangunan kembali sudah dilakukan untuk sarana tempat tinggal pendidikan, ibadah dan yang lainnya, baru mereka dikembalikan lagi,” pungkasnya.