JAKARTA – Polisi Metro Jaya akhirnya membekuk Bjorka, hacker berusia 22 tahun asal Sulawesi Utara yang mengklaim meretas 4,9 juta data nasabah bank swasta. Penangkapan ini menghentikan ancaman besar terhadap keamanan data pribadi jutaan warga Indonesia.
Operasi penangkapan dilakukan pada Selasa (23/9/2025) di Desa Totolan, Kakas Barat, setelah penyelidikan intensif selama enam bulan.
WFT, yang mengaku sebagai ‘Bjorka’ sejak 2020, diduga memanfaatkan dark web untuk memperoleh dan menyebarkan data sensitif.
Ia mengoperasikan akun media sosial X (sebelumnya Twitter) dengan nama @bjorkanesiaa, di mana ia memposting bukti peretasan dan mengirim pesan ancaman ke akun resmi bank tersebut. Tindakan ini bertujuan memeras pihak bank, meskipun hingga kini belum ada pembayaran yang terjadi.
Menurut penyelidikan awal, WFT tidak hanya menargetkan satu bank, tetapi juga terlibat dalam jual-beli data ilegal dari berbagai sektor, termasuk perbankan, layanan kesehatan, dan perusahaan swasta di Indonesia.
Data tersebut didapatkan dari forum gelap di dark web, yang dijualnya dengan harga mencapai puluhan juta rupiah melalui akun-akun media sosial lain. Barang bukti yang disita meliputi komputer, ponsel, serta berbagai tampilan akun nasabah yang digunakan untuk postingan pemerasan.
Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak, menjelaskan peran tersangka secara rinci saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (2/10/2025).
“Peran dari tersangka, yang bersangkutan adalah pemilik akun media sosial X, yang dulu kita kenal dengan nama Twitter, media sosial X dengan nama akun Bjorka dan @bjorkanesiaa,” ujarnya kepada wartawan.
Wakil Direktur Siber Direktorat Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, mengungkap latar belakang aktivitas tersangka. Ia menekankan bahwa WFT mulai mengeksplorasi dark web sejak 2020, beroperasi di lapisan web tersembunyi yang sulit diakses.
“Selama ini pelaku itu sudah memiliki akun di beberapa, biasanya kita kenal dengan istilah dark web. Jadi kalau kita lihat lapisan daripada web yang ada saat ini kita ada surface web, kemudian ada deep web, kemudian ada dark web. Nah, pelaku kita ini bermain di dark web tersebut, di mana di dark web tersebut yang bersangkutan sudah mulai mengeksplor sejak tahun 2020,” terang AKBP Fian.
Kasus ini bermula dari laporan resmi bank swasta terkait akses ilegal ke sistemnya. Kasubdit IV, AKBP Herman Edco, merinci kronologi kejadian. Tersangka memposting tampilan akun nasabah dan mengklaim telah meretas 4,9 juta entri data.
“Itu memposting dengan tampilan salah satu akun nasabah bank swasta dan mengirimkan pesan juga ke akun resmi bank tersebut dan mengklaim bahwa sudah melakukan hack kepada 4,9 juta akun database nasabah,” ungkapnya.
AKBP Herman juga menyoroti motif utama di balik aksi ini. Meskipun niat pemerasan jelas, pihak bank tidak merespons tuntutan, sehingga langsung melapor ke polisi.
“Didapatkan fakta bahwa pelaku adalah pemilik daripada akun X dengan nama Bjorka dan Bjorkanesiaa dan juga kita menemukan barang bukti digital dari komputer dan handphone yang digunakan, berbagai macam tampilan akun nasabah salah satu bank swasta yang digunakan oleh pelaku dan memposting dengan niat untuk melakukan pemerasan,” tambahnya.
Lebih lanjut, AKBP Herman mengungkap jangkauan jaringan WFT.”Ada beberapa data-data perbankan dan juga ada data perusahaan-perusahaan kesehatan, juga ada data-data perusahaan-perusahaan swasta yang ada di Indonesia, yang juga diklaim dan diperoleh oleh pelaku di mana pelaku juga melakukan jual beli data tersebut melalui akun-akun media sosial lainnya,” jelasnya.
Tersangka mengaku memperoleh data dari dark web dan menjualnya secara online.
Saat ini, WFT telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rutan Polda Metro Jaya. Ia dijerat dengan Pasal 46 juncto Pasal 30 dan/atau Pasal 48 juncto Pasal 32 dan/atau Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Ancaman hukumannya mencapai maksimal 12 tahun penjara, menandai upaya tegas aparat dalam memberantas kejahatan siber yang mengancam privasi nasional.
Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat dan institusi keuangan untuk memperkuat keamanan data di era digital. Polda Metro Jaya terus menggelar operasi serupa guna mencegah serangan hacker yang semakin canggih.




