JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra, Bimantoro Wiyono, S.H., menyampaikan keprihatinan mendalam sekaligus kemarahannya terhadap penanganan kasus kejahatan berat yang melibatkan mantan Kapolres di Nusa Tenggara Timur (NTT). Dalam rapat gabungan RDP dan RDPU yang digelar pada Rabu (22/5/2025), bersama Mabes Polri, Kejaksaan Tinggi NTT, Polda NTT, dan Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) NTT, ia mempertanyakan sejumlah kejanggalan dalam proses penanganan kasus tersebut.
“Saya ingin menyampaikan keprihatinan saya untuk korban, keluarga korban, dan masyarakat NTT yang mengalami trauma luar biasa akibat kasus ini,” ujar Bimantoro dalam forum tersebut.
Meski mengapresiasi bahwa kasus sudah memasuki tahap P21, Bimantoro menilai terdapat kelalaian prosedural sejak awal proses penyelidikan. Ia menyoroti hilangnya sejumlah hasil pemeriksaan penting, termasuk indikasi penggunaan narkoba oleh pelaku.
“Kenapa SOP saat pemanggilan di Bidang Propram dan Paminal bisa terlewatkan hasilnya? Ini seharusnya bisa diungkap dari awal,” kritiknya tegas.
Menurutnya, pelaku tidak bisa lagi disebut sebagai “oknum”, melainkan merupakan penjahat keji yang mencoreng nama baik institusi kepolisian. Status pelaku sebagai mantan aparat, pejabat, sekaligus tokoh masyarakat, menurut Bimantoro, menjadikan dampak kejahatannya sangat luas—baik secara moral maupun institusional.
“Jangan dibela lagi. Jangan diberi ruang. Hajar mereka, sikat habis! Ini sudah mencemarkan nama institusi,” ujarnya lantang di hadapan para pejabat yang hadir.
Politikus Gerindra ini juga menekankan perlunya aparat penegak hukum bersikap proaktif dan tidak hanya merespons setelah kasus menjadi viral. Ia mendorong proses penyelidikan yang lebih transparan dan akuntabel.
“Tolong jangan tunggu viral dulu baru semua dijalankan dengan baik. Maksimalkan waktu penyelidikan, dan jangan ada yang ditutupi,” katanya.
Lebih jauh, Bimantoro mendesak agar penyelidikan diperluas karena meyakini kemungkinan adanya pelaku lain dalam kasus tersebut. Ia menyatakan ketidakpercayaan jika hanya dua orang terlibat dalam tindakan sekeji itu.
“Ini korbannya anak umur lima tahun, Pak. Saya sebagai seorang ayah, sakit hati mendengarnya. Harus diungkap semua, siapa pun yang turut serta, bantu, atau merencanakan,” ungkapnya dengan suara bergetar.
Di akhir pernyataannya, Bimantoro mendesak Kejaksaan Tinggi NTT untuk menuntut pelaku secara maksimal, tanpa toleransi sedikit pun.
“Kalau perlu, hukuman mati, Pak. Jangan diberi ruang sedikit pun untuk keringanan,” pungkasnya.