HONG KONG – Dalam upaya mengatasi defisit anggaran yang terus-menerus, Hong Kong mengumumkan rencana untuk mengurangi jumlah pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 10.000 orang dalam beberapa tahun ke depan.
Langkah tersebut akan dilaksanakan secara bertahap hingga tahun 2027, sebagai bagian dari strategi penghematan dan konsolidasi fiskal yang lebih luas.
Menurut Menteri Keuangan Hong Kong, Paul Chan, pengurangan PNS ini merupakan bagian dari upaya untuk mengimbangi pembukuan pemerintah yang sudah mengalami defisit anggaran selama empat tahun berturut-turut.
“Kami harus bertindak untuk mengurangi pengeluaran sekaligus menjaga standar pelayanan publik yang tetap tinggi,” kata Chan, seperti yang dilaporkan oleh The Straits Times pada Kamis (27/2/2025).
Total pengurangan PNS ini diperkirakan mencapai sekitar 5 persen dari jumlah pegawai negeri yang ada, yang berjumlah sekitar 191.000 orang. Meskipun begitu, PNS hanya berkontribusi sekitar 4,6 persen dari total 3,7 juta pekerja yang ada di Hong Kong. Tindakan ini, meskipun drastis, diambil untuk menghadapi masalah defisit yang diperkirakan akan terus berlanjut pada tahun fiskal mendatang.
Selain pengurangan pegawai, pemerintah juga memutuskan untuk membekukan kenaikan gaji untuk semua pejabat pemerintah, anggota parlemen, PNS, dan lembaga peradilan selama satu tahun ke depan. Namun, mereka memastikan bahwa kualitas pelayanan publik tetap terjaga.
“Pemerintah harus menjadi contoh dalam menekan pengeluaran sambil tetap memberikan layanan yang terbaik untuk masyarakat,” tambah Chan.
Meski langkah-langkah ini diharapkan dapat membantu Hong Kong keluar dari jurang defisit, beberapa pakar ekonomi meragukan efektivitasnya dalam jangka pendek. Mereka berpendapat bahwa pemulihan defisit ini tidak akan dapat tercapai dalam waktu tiga tahun, mengingat tantangan eksternal yang dihadapi, seperti ketegangan hubungan antara Amerika Serikat dan China.
Pada tahun fiskal 2025/2026, Hong Kong diperkirakan kembali mengalami defisit sebesar 67 miliar dolar Hong Kong (sekitar Rp141 triliun). Angka ini menunjukkan bahwa masalah keuangan pemerintah Hong Kong belum sepenuhnya teratasi. Bahkan defisit tahun ini diperkirakan mencapai 87,2 miliar dolar, jauh lebih tinggi dari proyeksi awal sebesar 48 miliar dolar.
Sementara itu, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Hong Kong diperkirakan hanya akan berkisar antara 2 hingga 3 persen pada 2025, dipengaruhi oleh faktor eksternal yang memburuk, seperti ketegangan dagang dengan AS dan dampak dari pandemi. Untuk tahun 2024, PDB Hong Kong diperkirakan hanya tumbuh sekitar 2,5 persen.
Menteri Keuangan Hong Kong menekankan bahwa kebijakan anggaran terbaru pemerintah lebih mengutamakan konsolidasi fiskal, yaitu pengurangan pengeluaran rutin pemerintah sebesar 7 persen dalam tiga tahun ke depan. Namun, pemerintah juga berusaha meningkatkan pendapatan tanpa mengorbankan daya saing ekonomi. “Menekan pengeluaran publik adalah hal yang wajib dilakukan, namun kami akan melakukannya dengan cara yang hati-hati dan terukur,” ungkap Chan.
Politikus senior Hong Kong, Regina Ip, mengungkapkan bahwa pembekuan gaji adalah pilihan yang bijak dalam kondisi ini. Menurutnya, pemotongan gaji bisa memicu dampak negatif yang lebih luas terhadap sektor swasta dan tenaga kerja di Hong Kong.
Selama sepuluh tahun terakhir, gaji PNS Hong Kong mengalami peningkatan signifikan, seiring dengan kenaikan belanja pemerintah yang difokuskan pada tiga sektor utama: pendidikan, kesejahteraan sosial, dan kesehatan masyarakat. Bahkan belanja di sektor-sektor ini hampir dua kali lipat dalam dekade terakhir. Namun, dengan kondisi keuangan yang semakin sulit, langkah-langkah penghematan ini menjadi langkah yang harus ditempuh demi memastikan keberlanjutan ekonomi Hong Kong di masa depan.




