BANDUNG – Dokter PPDS Unpad, berinisial PAP (31), resmi ditahan oleh Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) atas dugaan tindak pidana pemerkosaan terhadap seorang anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung pada pertengahan Maret 2025. Kasus ini kini menjadi sorotan publik setelah viral di media sosial.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, mengungkapkan bahwa tersangka ditahan sejak 23 Maret 2025.
“Kami telah menetapkan PAP sebagai tersangka atas dugaan kekerasan seksual. Proses hukum sedang berjalan, dan tersangka terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara berdasarkan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” ujarnya dalam konferensi pers di Bandung, Rabu (9/4/2025).
Kronologi Kejadian Pemerkosaan yang Dilakukan Dokter PPDS Unpad
Peristiwa ini terjadi pada 18 Maret 2025, sekitar pukul 01.00 WIB, di Gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung. Menurut keterangan polisi, PAP meminta korban, FA (21), yang merupakan anak dari pasien yang dirawat, untuk melakukan pemeriksaan darah dengan alasan crossmatch golongan darah. Korban diminta mengganti pakaian dengan baju operasi dan dilarang ditemani oleh adiknya.
Setelah itu, tersangka diduga menyuntikkan obat bius sebanyak 15 kali ke tangan korban hingga korban kehilangan kesadaran. Saat sadar, korban merasakan sakit pada area kemaluan dan melaporkan kejadian tersebut. Hasil visum medis mengungkapkan adanya bekas air mani di tubuh korban, yang menjadi salah satu barang bukti kunci dalam kasus ini.
1. Sanksi Akademik dan Reaksi Publik
Universitas Padjadjaran (Unpad) bereaksi cepat dengan memecat PAP dari program PPDS.
Rektor Unpad, Prof. Arief Kartasasmita, menegaskan bahwa pihak kampus tidak mentoleransi pelanggaran hukum.
“Kami sangat prihatin atas kejadian ini. Unpad telah menghentikan status mahasiswa tersangka dan berkomitmen mendampingi korban untuk mencari keadilan,” katanya.
Sementara itu, Direktur Utama RSHS, dr. Rachim Dinata Marsidi, menyatakan kekecewaannya.
“Tindakan ini adalah pelanggaran berat. Kami telah melarang tersangka untuk belajar atau praktik di RSHS,” tegasnya.
Kementerian Kesehatan juga menjatuhkan sanksi berupa larangan seumur hidup bagi PAP untuk melanjutkan pendidikan spesialis di RSHS.
Kasus ini pertama kali mencuat di media sosial melalui unggahan akun Instagram @ppdsgram dan akun X @verodeelowy, yang memicu kemarahan warganet. Banyak yang mengecam perbuatan tersangka dan menyerukan hukuman maksimal.
2. Penyelidikan Berlanjut
Polda Jabar telah memeriksa 11 saksi, termasuk korban, keluarga, dan tenaga medis. Barang bukti yang diamankan meliputi alat suntik, infus, obat-obatan, sarung tangan, dan sebuah kondom. Polisi juga menduga adanya kemungkinan korban lain dan mengimbau masyarakat yang memiliki informasi serupa untuk melapor.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Surawan, menyebut bahwa tersangka mengaku memiliki kecenderungan kelainan seksual.
“Kami akan memperkuat dugaan ini dengan pemeriksaan psikologis oleh ahli forensik kejiwaan,” tambahnya.
3. Dampak dan Langkah Preventif
Kasus ini menjadi pukulan berat bagi dunia pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan. Unpad berencana memperketat pengawasan terhadap mahasiswa PPDS, sementara RSHS akan mengevaluasi sistem keamanan di lingkungan rumah sakit.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat juga menyatakan bahwa kasus ini akan ditindaklanjuti oleh Majelis Etika Kedokteran sesuai kode etik profesi.
Publik kini menanti kelanjutan proses hukum untuk memastikan keadilan bagi korban. Kasus ini menjadi pengingat penting akan perlunya pengawasan ketat dan integritas dalam profesi medis.