JAKARTA – Komisi II DPR RI kembali melakukan evaluasi terkait berbagai hambatan dalam proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Masalah utama perekrutan PPPK yang ditemukan mencakup ketidaksesuaian ijazah pelamar serta pembatasan usia bagi calon.
Dari laporan yang diterima, lebih dari 1.000 pelamar PPPK tidak memenuhi persyaratan ijazah yang ditetapkan. Selain itu, banyak di antara mereka yang telah melewati batas usia maksimal yang diperbolehkan.
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan bahwa penyelesaian persoalan tenaga honorer menjadi prioritas utama dan warisan penting bagi Komisi II DPR RI periode ini.
Hal tersebut, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Jika perlu revisi UU ASN maupun undang-undang lainnya, Komisi II akan segera melakukan percepatan. Prinsipnya, selesaikan nasib mereka yang ada di database honorer, dan pejabat jangan lagi mengangkat tenaga honorer.”
“Harus ditegaskan, kalau tetap nekat, bisa menjadi dasar bagi DPRD untuk melakukan impeachment,” ujarnya saat ditemui di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Makassar, Rabu (5/2/2025).
Rifqi juga menyoroti kebijakan mandatori belanja pegawai sebesar 30% yang diterapkan di daerah.
“Pemerintah pusat sudah menyiapkan kuotanya. Tetapi kemudian, kuota itu belum bisa dimaksimalkan oleh pemerintah daerah,” ungkapnya dikutip dari laman DPR.
Ia menilai kebijakan tersebut kontradiktif dengan kebutuhan pemerintah yang mewajibkan perekrutan pegawai, tetapi membatasi anggaran belanja pegawai di saat yang sama.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Zudan Arif, turut menekankan perlunya solusi komprehensif agar masalah ini tidak semakin berlarut-larut.
“Salah satu solusinya, sambil menunggu anggaran, diangkatlah PPPK Paruh Waktu terlebih dahulu. Mereka ini diberi kekuatan hukum dengan memiliki nomor induk pegawai, sehingga tidak bisa diberhentikan sewaktu-waktu di tengah jalan, sampai nanti anggaran memungkinkan untuk menjadi PPPK Penuh Waktu,” tegas Zudan.
Ia juga menegaskan bahwa pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Komisi II DPR RI harus bersinergi dalam merancang kebijakan yang lebih baik agar tenaga honorer mendapatkan kepastian kerja.***