JAKARTA – Ekonom Universitas Andalas (UNAND), Efa Yonnedi, menilai suntikan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun ke lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) melalui Bank Indonesia berpotensi membawa efek multiplier signifikan bagi ekonomi nasional.
Menurutnya, kebijakan likuiditas ini akan menjadi katalis penting untuk menghidupkan kembali roda produksi serta memperluas lapangan pekerjaan.
“Kebijakan ini akan memiliki dampak multiplier bagi perekonomian sehingga akan membuka lapangan pekerjaan dan kegiatan produksi akan berjalan,” ujar Efa di Padang, Minggu (14/9).
Eks Konsultan Bank Dunia itu menjelaskan, dana jumbo tersebut secara otomatis memperkuat ruang gerak likuiditas bagi bank penerima.
Jika dimanfaatkan secara produktif melalui penyaluran kredit di sektor-sektor strategis, efek pengganda akan terasa baik di tingkat perbankan maupun pada pertumbuhan ekonomi nasional.
“Jadi, saya melihat itu sebagai langkah yang positif ya, untuk menggerakkan produk ekonomi atau menggerakkan mesin perekonomian,” tambah Efa, yang kini juga menjabat sebagai Rektor UNAND.
Meski demikian, ia mengingatkan adanya potensi risiko. Jika bank dipaksa menyalurkan kredit di tengah permintaan yang lemah atau dilakukan tanpa prinsip kehati-hatian, maka ancaman kredit bermasalah bisa muncul di kemudian hari.
“Atau menyalurkan kredit secara tidak prudent, itu akan menjadi beban di kemudian hari dalam bentuk kredit macet,” tegasnya.
Efa optimistis bank-bank Himbara akan tetap selektif dalam menyalurkan pinjaman. Apalagi, Kementerian Keuangan bersama Bank Indonesia telah menyiapkan aturan ketat agar dana ini tepat sasaran, serta benar-benar mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Sebagai catatan, kucuran Rp200 triliun tersebut dirancang untuk memperkuat likuiditas perbankan dan menstimulus pembiayaan sektor riil.
Regulasi tegas juga diberlakukan: dana tidak boleh digunakan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).***




