JAKARTA – Dominasi Google sebagai mesin pencari utama mulai menghadapi tantangan serius dari layanan berbasis kecerdasan buatan (AI).
Berdasarkan survei terhadap 2.000 pengguna internet di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa 52% responden mulai meninggalkan Google dan beralih ke platform AI maupun alternatif lain seperti TikTok.
Bahkan, 42% responden menganggap mesin pencari tradisional seperti Google semakin kehilangan fungsinya.
Secara lebih rinci, sebanyak 61% responden dari generasi Z dan 53% milenial menyatakan mereka lebih memilih menggunakan alat pencarian berbasis AI, sebagaimana dilaporkan The Verge dalam survei gabungan dengan tim research dan Insights dari Vox Media serta Two Cents Insights.
Tren ini sejalan dengan kemunculan berbagai layanan pencarian yang mengandalkan AI. Salah satu yang menonjol adalah Perplexity AI, yang mendapat dukungan dari perusahaan besar seperti Nvidia, SoftBank, dan pendiri Amazon, Jeff Bezos.
Perplexity AI dikabarkan tengah menjajaki pendanaan baru dengan potensi valuasi mencapai US$18 miliar atau sekitar Rp297 triliun. Sebelumnya, pada November 2024, valuasi perusahaan tersebut berada di angka US$9 miliar (Rp148,5 triliun), seperti dilaporkan Reuters, Jumat (21/3/2025).
Sumber dalam menyebutkan bahwa Perplexity tengah dalam tahap diskusi untuk menghimpun dana antara US$500 juta hingga US$1 miliar pada putaran pendanaan kali ini.
Tingginya minat investor dipicu oleh pesatnya adopsi chatbot dan agen AI, yang menjadikan perusahaan seperti Perplexity sebagai pemain menjanjikan di sektor teknologi pencarian.
Untuk memperkuat posisinya di pasar, Perplexity terus menyempurnakan fitur layanannya agar mampu bersaing dengan Google Gemini dan ChatGPT milik OpenAI.
Bulan lalu, Perplexity memberikan cuplikan perdana browser web baru bernama Comet. Browser tersebut memanfaatkan AI untuk tidak hanya menyajikan informasi, tetapi juga memahami perintah kompleks, menyelesaikan tugas, hingga mengambil keputusan.
Salah satu fitur andalannya, Deep Research, mampu melakukan riset mendalam dengan menelusuri puluhan pencarian dan menelaah ratusan sumber, guna menyajikan laporan yang komprehensif.
Di tengah upayanya menantang dominasi mesin pencari tradisional, Perplexity juga menghadapi tekanan.
Perusahaan ini sempat dituduh melakukan plagiarisme oleh sejumlah media besar seperti News Corp, Forbes, dan Wired.
Sebagai respons, Perplexity kemudian meluncurkan program kemitraan penerbit untuk menjalin kerja sama dengan media berita.