JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan kenaikan signifikan sebesar 4,79% pada Kamis, (10/4/2025). Pergerakan indeks dari zona merah ke hijau ini terjadi usai pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menangguhkan kebijakan tarif timbal balik terhadap lebih dari 75 negara—kecuali China—selama 90 hari.
Pakar ekonomi, keuangan, dan manajemen, Panji Irawan, menyatakan lonjakan tersebut turut dipicu oleh sikap Presiden RI Prabowo Subianto dalam merespons kebijakan baru tarif impor dari AS.
Menurut Panji, langkah Presiden Prabowo dalam mengonsolidasikan dan menyampaikan strategi serta program pemerintah secara langsung kepada publik turut meningkatkan keyakinan investor terhadap pelaksanaan agenda pemerintah dalam enam bulan terakhir.
“Adapun inisiatif menjelaskan strategi dan eksekusinya secara langsung dan holistik, plus dihadiri komponen kunci penyelenggara negara sebagaimana dilakukan pada 8 April 2025 terbukti efektif menormalisir dinamika pasar modal dan memberi pemahaman utuh kepada investors,” tegas Panji dalam keterangan kepada media, Senin (14/4/2025).
Ia menilai keputusan Presiden Prabowo mengirim tiga menterinya ke Amerika Serikat untuk bernegosiasi terkait tarif impor sebagai langkah yang tepat.
Selain itu, upaya membuka jalur komunikasi dengan sejumlah negara lain, seperti melalui pertemuan dengan Perdana Menteri Malaysia dan para pemimpin di kawasan Timur Tengah—mulai dari Presiden Turki, Presiden Mesir, hingga Raja Yordania—dinilai membuka peluang kerja sama perdagangan yang lebih luas.
“The good thing is, pemerintahan Prabowo memiliki inisiatif membangun yang diracik sesuai dengan strength dan opportunity di masyarakat dan negara. Ekspansi diperlukan agar RI terus tumbuh,” tuturnya.
Panji menyarankan agar pemerintah segera mencari mitra dagang baru guna memperluas pasar ekspor, terutama untuk mengantisipasi potensi hambatan akibat tingginya tarif dari negara-negara seperti AS.
“Kolaborasi antar otoritas moneter, fiskal dan jasa keuangan untuk menggarap peta potensi alternatif ekspor yang dapat dimanfaatkan eksportir dan pemerintah (a/l Kemendag, Kemenlu) untuk mendapatkan alternatif tujuan ekspor baru,” tambahnya.
Ia juga menekankan pentingnya optimalisasi devisa hasil ekspor untuk memperkuat cadangan devisa nasional. Bank Indonesia, menurut Panji, juga perlu mempererat hubungan dengan pelaku pasar, khususnya sektor perbankan, guna menyelaraskan kebutuhan transaksi valuta asing antara eksportir dan importir.
“Mapping pelaku pasar valas dan potensi volume transaksi valas (buyer dan seller), secara historis sudah ada polanya sehingga dapat dikelola. Policy DHE dan instrumen penempatannya dapat didesign atraktif,” jelas Panji.
Menghadapi ketidakpastian ekonomi global, Panji menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah dan sektor swasta untuk melewati krisis dan memanfaatkan peluang kerja sama bisnis baik di tingkat domestik maupun internasional.