JAKARTA – Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengecam rencana pengembalian uang hasil pemerasan sebesar Rp 2,5 miliar oleh anggota Polri kepada korban penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Menurut Sugeng, langkah ini membuktikan ketidakseriusan institusi Polri dalam menuntaskan kasus yang melibatkan anggotanya dan cenderung berhenti pada Komisi Kode Etik Polri (KKEP) tanpa membawa kasus ini ke ranah pidana.
Sugeng menilai bahwa pengembalian uang yang disita sebagai barang bukti pemerasan tersebut akan menghilangkan potensi proses hukum lebih lanjut. Pasalnya, dalam sistem hukum, uang yang disita sebagai hasil kejahatan harus digunakan sebagai barang bukti yang dapat membawa pelaku ke pengadilan.
“Jika uang hasil pemerasan dikembalikan, maka tidak ada barang bukti yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku yang juga anggota Polri,” ujar Sugeng.
Dia menambahkan bahwa dalam kasus ini, Polri sebagai penyidik tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan status lebih lanjut atas uang yang disita selain menyita sesuai dengan hukum yang berlaku. Pengembalian uang tersebut, menurutnya, dapat merusak proses hukum yang ada dan semakin menurunkan kepercayaan publik terhadap integritas institusi Polri.
Kasus pemerasan yang melibatkan anggota Polri, terutama yang terjadi di satuan Reserse Narkoba, menjadi sorotan setelah terungkap bahwa sekitar 45 warga negara Malaysia menjadi korban pemerasan tersebut.
Sugeng menegaskan bahwa dugaan pemerasan dalam jabatan ini seharusnya diproses melalui jalur hukum pidana, mengingat potensi adanya tindak pidana korupsi yang lebih luas dan kemungkinan adanya aliran dana yang melibatkan pihak lain, termasuk tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Menurut IPW, tindakan tegas yang dibutuhkan oleh Polri adalah komitmen untuk memberantas oknum polisi nakal. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang pada 2021 menekankan pentingnya pemberian hukuman tegas bagi anggota Polri yang melanggar hukum.
“Segera copot, PTDH, dan proses pidana. Segera lakukan dan ini menjadi contoh bagi yang lainnya,” terangnya
Dalam perkembangan terbaru, Komisi Kode Etik Polri telah memutuskan untuk memecat tiga anggota Polri yang terlibat dalam kasus pemerasan ini. Mereka adalah Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Simanjuntak, Kasubdit III Dirresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Malvino Edward Yusticia, dan Eks Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKP Yudhy Triananta Syaeful. Kombes Donald Simanjuntak dan AKP Yudhy Triananta Syaeful dipecat pada 31 Desember 2024, sedangkan AKBP Malvino Edward Yusticia dipecat pada 2 Januari 2025.
Namun, IPW menilai keputusan pemecatan terhadap Kombes Simanjuntak, yang dianggap hanya “tahu tapi tidak menindak”, terkesan ambigu dan bisa menjadi celah untuk perubahan status dalam tingkat banding.
“Keputusan ini bisa menimbulkan preseden buruk, seperti yang terjadi pada kasus Ferdy Sambo, di mana anggota Polri yang terlibat malah mendapat kenaikan pangkat,” tegas Sugeng.
Kasus pemerasan yang melibatkan anggota Polri ini, yang sudah ramai diperbincangkan publik baik di dalam negeri maupun luar negeri, menjadi ujian besar bagi institusi Polri dalam membuktikan komitmennya untuk membersihkan oknum-oknum nakal di dalam tubuh kepolisian. Keputusan terkait pengembalian uang hasil pemerasan ini diharapkan menjadi titik balik dalam memperbaiki citra Polri di mata masyarakat pada tahun 2025.