GAZA, PALESTINA – Kapal Madleen yang membawa misi kemanusiaan dari Freedom Flotilla Coalition (FFC) telah berlayar dari Catania, Sisilia, menuju Jalur Gaza sejak Minggu, 1 Juni 2025. Misi ini bertujuan menembus blokade Israel demi mengantarkan bantuan kemanusiaan kepada warga Palestina yang sedang menghadapi krisis parah. Namun, kabar terbaru menyebutkan bahwa militer Israel berencana mencegat kapal ini, memicu ketegangan di perairan internasional.
Di antara 12 awak kapal, terdapat nama-nama besar seperti aktivis iklim asal Swedia Greta Thunberg, aktor Game of Thrones Liam Cunningham, serta Anggota Parlemen Eropa keturunan Palestina-Prancis Rima Hassan. Mereka bergabung dalam upaya simbolis memprotes blokade Israel yang dinilai memperburuk kondisi kemanusiaan di Gaza, termasuk ancaman kelaparan massal akibat terhentinya pasokan bantuan selama berbulan-bulan.
Misi Berani di Tengah Ancaman
Pelayaran ini bukan yang pertama bagi FFC. Pada Mei 2025, kapal lain bernama *Conscience* gagal mencapai Gaza setelah diserang dua drone di perairan internasional dekat Malta. FFC menuding Israel sebagai pelaku serangan, meski militer Israel belum memberikan pernyataan resmi. Insiden ini menambah risiko bagi misi *Madleen*, namun semangat para aktivis tetap menyala.
“Kami melakukan ini karena tidak peduli seberapa besar rintangan yang kami hadapi, kami harus terus berusaha. Karena saat kami berhenti berusaha adalah saat kami kehilangan kemanusiaan kami,” ujar Greta Thunberg dalam konferensi pers di Catania, dikutip dari *Sindonews.com*.
Thunberg, yang dikenal sebagai ikon aktivisme iklim global, kini memperluas perjuangannya ke isu kemanusiaan. Ia menegaskan bahwa pelayaran ini bukan hanya soal mengantarkan bantuan, tetapi juga untuk membangkitkan kesadaran global terhadap krisis di Gaza. “Selama dua bulan ini, tidak ada satu botol air pun yang masuk ke Gaza, dan ini adalah kelaparan sistematis bagi 2 juta orang,” ujarnya kepada Reuters.
Krisis Kemanusiaan di Gaza Makin Kritis
Blokade Israel yang kembali diberlakukan sejak Maret 2025 telah memperparah penderitaan warga Gaza. Laporan PBB menyebutkan situasi saat ini sebagai yang terburuk sejak konflik dengan Hamas meletus 19 bulan lalu. Badan-badan kemanusiaan memperingatkan risiko kelaparan baru jika bantuan tidak segera masuk.
Kapal Madleen diperkirakan membutuhkan waktu tujuh hari untuk mencapai Gaza. Misi ini bertujuan tidak hanya untuk mengantarkan bantuan, tetapi juga untuk menyoroti impunitas Israel dalam konflik ini. Ancaman intersepsi oleh militer Israel memunculkan kekhawatiran besar, mengingat sejarah FFC pada 2010 ketika kapal mereka dicegat dan sembilan aktivis tewas.
Dukungan dan Kontroversi
Misi ini mendapat dukungan luas dari komunitas internasional, termasuk kelompok-kelompok pro-Palestina yang menyerukan penghentian blokade. Namun, langkah ini juga menuai kontroversi. Israel menyatakan bahwa Hamas harus menerima proposal gencatan senjata atau menghadapi konsekuensi militer.
Sementara itu, wilayah Emilia-Romagna di Italia baru-baru ini memutus hubungan kelembagaan dengan Israel sebagai bentuk protes atas situasi di Gaza, menunjukkan bahwa solidaritas terhadap Palestina kian meluas di Eropa.
Pelayaran Madleen bukan sekadar misi bantuan, tetapi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan. Dengan kehadiran tokoh seperti Greta Thunberg dan Liam Cunningham, dunia diajak untuk kembali memandang krisis kemanusiaan di Gaza yang telah lama terabaikan.