JAKARTA – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump kembali mengejutkan dunia dengan kebijakan barunya. Trump mengusir simpatisan Palestina dari Amerika Serikat.
Langkah Trump mengusir simpatisan Palestina memicu perdebatan sengit, dengan berbagai alasan mulai dari isu keamanan hingga dugaan motif politik. Apa yang sebenarnya terjadi? Berikut adalah ulasan ringkas dan mudah dipahami.
Keamanan Nasional Jadi Dalih Utama
Trump tidak main-main dalam menyikapi isu keamanan. Dalam pernyataannya di Gedung Putih, ia menuding imigran pro-Palestina sebagai “bom waktu” yang bisa mengancam stabilitas AS.
“Kita harus tegas. Amerika bukan tempat untuk radikalisme,” ujarnya dengan nada khas yang penuh percaya diri pada Rabu (9/4/2025).
Menurut Trump, kebijakan ini juga merupakan bentuk komitmen AS untuk melindungi Israel, sekutu setianya. Ia menyebut dukungan terhadap Palestina sebagai “sinyal berbahaya” yang tidak boleh berkembang di tanah Amerika.
Gelombang Protes dan Dukungan
Tidak butuh waktu lama, kebijakan ini langsung memicu reaksi keras. Kelompok HAM mengecamnya sebagai tindakan rasis yang merusak nilai demokrasi.
“Ini bukan Amerika yang kami kenal. Trump sedang membangun narasi ketakutan,” kata juru bicara Human Rights Watch.
Sebaliknya, para pendukung Trump menyambut gembira kebijakan ini. Bagi mereka, ini adalah soal kontrol perbatasan dan prioritas nasional.
“Dia hanya melakukan apa yang dijanjikan: Amerika dulu!” seru salah satu pendukung di media sosial X.
Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Banyak yang mencurigai bahwa kebijakan ini bukan hanya soal keamanan. Analis politik dari CNN menyebutnya sebagai “kamera politik” Trump untuk meraih dukungan dari suara konservatif dan lobi Yahudi di AS. Mengingat maraknya demonstrasi pro-Palestina di kota-kota besar, kebijakan ini mungkin menjadi cara Trump untuk mengatasi isu yang mulai membebani pemerintahannya.
“Trump tahu bagaimana membaca situasi. Ini langkah cerdas untuk memperkuat posisinya,” ujar seorang pengamat politik di Washington.
Kehidupan Imigran Terancam
Bagi ribuan imigran, kebijakan ini ibarat petir di siang bolong. Mereka yang diketahui pernah ikut aksi atau menyuarakan dukungan untuk Palestina kini terancam deportasi. Salah satunya adalah Amina Hassan, mahasiswi asal Gaza yang tinggal di Chicago.
“Saya hanya ingin belajar dan hidup damai. Tiba-tiba saya jadi musuh,” keluhnya kepada *The Guardian*.
Reaksi Dunia, AS Tetap Teguh
Kecaman datang dari berbagai penjuru dunia, mulai dari Timur Tengah hingga Eropa. PBB bahkan meminta AS untuk meninjau kembali kebijakan ini demi stabilitas global. Namun, Trump tampaknya tidak bergeming.
“Saya dipilih untuk melindungi Amerika, bukan menyenangkan dunia,” tegasnya.
Kebijakan ini jelas akan terus menjadi bahan perbincangan panas. Apakah Trump berhasil membuktikan alasan keamanannya, atau justru kebijakan ini akan semakin memecah belah? Kita tunggu kelanjutannya.